Merry Riana?
Siapa yang tidak kenal dengan Merry Riana? Jika pertanyaan tersebut ditujukan pada saya maka saya akan mengacungkan tangan. Dan setelah saya lihat sekeliling rupanya saya tidak sendiri, banyak juga teman-teman saya yang tidak kenal dengan Merry Riana. Mungkin bagi pecinta Merry Riana, saya bisa dikatakan “kuper” tidak kenal dengan motivator wanita muda inspiratif ini.
Mengangkat seseorang tokoh ke dalam dunia film (apalagi sebelumnya sudah dibukukan), sampai saat ini masih jaminan larisnya sebuah film Indonesia. Hal inilah yang membuat MD Pictures mengangkat Merry Riana, pastinya dengan harapan filmnya akan laku di pasaran mengulang kesuksesan Habibie & Ainun pada tahun 2012 lalu. Tanda-tanda box office sudah terlihat, berdasarkan data dari filmindonesia.org per tanggal 28 Desember 2014, film Merry Riana sudah mencapai 200ribu penonton meski baru melewati satu kali weekend, bahkan jumlahnya melebihi film orisinal Pendekar Tongkat Emas yang sudah melewati 2 kali weekend. Lalu seperti apa film Merry Riana, dan siapa sesungguhnya Merry Riana berdasarkan film karya Hestu Saputra ini?
Secara garis besar film ini menceritakan sosok gadis remaja bernama Merry Riana (Chelsea Islan, “Street Society”) yang terpaksa hijrah ke Singapura pada saat terjadi kerusuhan tahun 98 di Indonesia, terutama Jakarta. Disinilah petualangan Merry dimulai, di Singapura lah titik balik kehidupan Merry Riana, mulai ia bisa kuliah secara tidak sengaja di salah satu universitas di Singapura, merasakan susahnya mencari kerja demi menjamin hidup di Singapura, hingga ia pun mendapatkan lelaki pujaan hatinya, tentunya masih di Singapura.
PLACEMENT SPONSOR
Bukan MD Pictures namanya, jika tidak ada iklan / produk sponsor yang muncul di film. Sebelum film dimulai beberapa iklan sponsor ditayangkan, lalu saya bergumam sepertinya Merry Riana belajar banyak dari dua film pendahulunya yakni Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Habibie & Ainun yang menempatkan sponsor asal tempel dan pada akhirnya mengganggu keutuhan logika internal yang dibangun oleh film itu sendiri. Baru saja saya selesai memuji, tiba-tiba mata ini disentakkan kembali oleh produk dengan inisial Garnier. Merry Riana yang disuruh oleh ayahnya (Ferry Salim) untuk berkemas seadanya, ternyata tidak lupa membawa Garnier dalam kopernya. Tepatkah? Saya rasa masih cukup wajar (meski muncul beberapa kali, persis iklan pada umumnya), dari hal ini setidaknya saya mengenal Merry Riana sebagai gadis remaja yang sangat memperhatikan kecantikan dan penampilan. Satu point, akhirnya saya kenalan dengan Merry Riana.
Merry Riana akhirnya terjebak kuliah, awalnya hanya agar dapat tinggal di asrama temannya, Irene (Kimberly Rider), lalu Merry mengikuti test dan akhirnya diterima. Namun Merry harus membayar 40.000 dollar (konversi sendiri ke rupiah pada zaman itu ya?). Secara kebetulan pinjaman mahasiswa masih ada, dan hari itu hari terakhir pendaftaran dan harus ada orang yang menjamin keberadaan Merry jika ia ingin mendapatkan pinjaman tersebut. Disinilah awal mula Merry ketemu Alva (Dion Wiyoko) yang menjadi penjaminnya. Namun, Alva tidak begitu saja memberikan bantuan pada Merry, banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi, hingga akhirnya Merry memutuskan untuk mencari kerja. Hari ini gagal, ya wajar, tidak mudah nyari kerja saat itu untuk saat itu juga, namun ternyata diam-diam Alva sudah mendaftarkan Merry agar mendapat pinjaman mahasiswa itu.
MLM, SAHAM dan ASURANSI
Tentunya, Merry tidak bisa hanya mengandalkan pinjaman untuk kebutuhan sehari-harinya. Lalu ia mulai mencari kerja salah satunya ke perusahaan Success Forever yang dipimpin oleh Mike Lucock. Dari skenario yang ditonjolkan, bisa diambil kesimpulan bahwa Success Forever adalah sebuah perusahaan MLM (Multi Level Marketing) yang menuntut orang untuk join dan berinvestasi. Sukses Titien Wattimena dan Rahabi Mandra sebagai penulis skenario. Mereka bisa menyembunyikan istilah MLM dengan serangkaian skenario. Pastinya sudah bisa ketebak, apa yang akan terjadi dengan Merry Riana setelah ikut MLM ini. Yupz, Merry kaya raya dan menghasilkan uang sejuta dollar. Eits, tapi tunggu dulu, itu semua hanya harapan, faktanya, Merry tertipu. Berkaca, ke dunia nyata, rasanya bukan hanya Merry yang “tertipu” oleh perusahaan semacam Success Forever, masyarakat Indonesia juga banyak, bahkan hingga saat ini virus tersebut masih menjamur dengan sasaran mereka-mereka yang pingin cepat kaya tanpa kerja keras. Skenario ini jadi wajar, karena Merry dihadapkan pada pilihan untuk membiayai hidupnya yang butuh uang tidak sedikit sehingga ketika ada peluang Success Forever, tak terlalu banyak berpikir kalau nantinya akan berbuah tidak baik. Begitu juga fenomena yang ada, MLM di Indonesia menjamur, ada yang menawarkan jualan produk, ada juga yang cukup mengajak orang namun bisa ditransfer tiap hari katanya. Buat saya, tidak salah skema MLM, namun banyak edukasi dan edifikasi yang dilakukan membernya yang salah kaprah. Pemaksaan dan penuh kebohongan. Untuk MLM ini, Merry rela menjual laptop ayahnya yang merupakan satu-satunya harta yang bisa ia bawa ke Singapore selepas penjarahan tahun 98 di Jakarta, sekilas kok tega barang yang penuh kenangan rela digadai demi impian dan harapan yang belum pasti ini. Tapi ini memang nyata, teman saya pun ada yang mengalami, rela menjual laptop demi join salah satu MLM yang katanya terbesar di Indonesia, nggak usah sebut nama ah. Kalau sudah seperti ini, akan terjadi pelemahan karakter apalagi jika yang disasar anak-anak muda, karena anak muda diedifikasi untuk money oriented bukannya kerja keras atau wirausahanya. Berarti Merry meraih sejuta dollar bukan dari MLM. Lalu?
Gagal dari Success Forever, Merry mulai bermain saham, dari yang kecil hingga ke nominal yang besar. Kembali Titien Wattimena dan Rahabi Mandra berhasil. Mereka berhasil menggambarkan proses jual beli saham (trading) dengan smartphone dan grafik, tak perlu dengan istilah-istilah berat yang akan membingungkan penonton. Namun penonton tetap bisa paham dan merasakan permainan saham Merry Riana meski akhirnya kembali jatuh dan gagal. Berarti gagal pula sejuta dollar dari saham.
Selepas itu, Merry mencoba kembali peruntungannya di dunia asuransi. Udah kebayang gimana susahnya ngejual asuransi, secara nasabah setor tiap bulan, tapi manfaatnya baru dirasakan kalau kita sakit, celaka atau meninggal tergantung asuransi yang dipilih. Saya pun begitu, berkali-kali ditawarin asuransi belum ada yang saya ambil, kecuali kalau ada yang mau nawarin asuransi hati, ketika hati saya luka diganti dengan hati yang lain. Hahahahahahhaha. Baru di asuransi inilah Titien Watiimena & Rahabi Mandra mengeluarkan istilah-istilah khusus seperti Certified Financial Planner, kalau penonton bukan yang berkecimpung di dunia perbankan atau keuangan, tentu tidak paham istilah ini. Namun begitu, kedua penulis skenario ini begitu cermat, mana skenario yang bisa disamarkan dengan hal lain, mana skenario yang memang perlu istilah-istilah khusus. Good Job Titien Wattimena & Rahabi Mandra.
LOMPATAN JAUH AKTING CHELSEA ISLAN
Sebenarnya sedikit lebay, jika saya bilang lompatan jauh, kenapa karena saya baru menyaksikan Chelsea di dua film yakni Refrain dan Street Society. Untuk Refrain hanya sebagai peran pendukung, baru dapet porsi yang lebih besar di Street Society. Film ini sebetulnya merupakan kesempatan emas bagi Chelsea islan, kenapa demikian? Meski memerankan tokoh nyata, rasa-rasanya penonton tidak akan membandingkan sosok Merry Riana asli dengan Merry Riana ala Chelsea Islan. Beda dengan film Soekarno, Sang Kiai atau Sang Pencerah. Tokohya sudah dikenal seseantero nusantara. So, Chelsea akan bisa eksplorasi menjadi Merry Riana ala dirinya sendiri. Hasilnya, sukses. Saya terkagum-kagum dengan akting Chelsea Islan. Itu yang saya katakan lompatan jauh, saya tidak menyangka kalau akting Chelsea di film ini akan sesempurna itu. Bahkan, jika saya menjadi juri FFI, saya berani memasukkan Chlesea Islan ke nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik FFI 2015.
Film yang diadaptasi dari buku best seller karya Alberthine Indah berjudul Merry Riana Mimpi Sejuta Dollar ini cukup untuk bisa dibilang film bagus. Kehadiran sang “cowok lebay” pemilik Singapore Flyer menambah kesan humor dalam film ini. Kehadirannya tepat dan Hestu Saputra berhasil menempatkan jokes pada tempatnya, saya dan penonton lainnya pun dibuat ketawa-ketiwi terlebih pada beberapa paruh akhir film. Namun sayangnya, film ini tetap menjadi film melodrama, sebagian besar film didominasi oleh kisah percintaan Merry Riana dan Alva dibandingkan dengan mimpi sejuta dollarnya. Yang paling menarik adalah kisah cincin yang tadinya akan Alva berikan pada Merry sebagai tanda lamaran, namun gagal, bisa kembali lagi kepada Merry dengan cara tersendiri yang tersaji dalam film. Skenario tersebut memperkuat bahwa film ini diarahkan kepada melodrama, diperkuat lagi dengan ending yang, owh so sweet, eh salah so drama (dengan gaya bicara pemilik Singapore Flyer).
Pada akhirnya, melalui film saya tidak bisa mendapat jawaban secara jelas darimana Merry Riana mendapat satu dollar pertamanya, hal ini hanya dijelaskan pada credit tittle saja. Kalau boleh berandai-andai berdasarkan alur yang disusun, saya hanya simpulkan Merry dapat satu juta dollar karena mendapat nasabah yang deal dengan asuransinya, adalah nasabah baik hati seperti Bu Nur (Niniek L. Karim), tentunya tidak hanya satu Bu Nur tapi sekian puluh Bu Nur atau bahkan ratusan Bu Nur.
Jika Merry Riana mengklaim dirinya sebagai film kisah hidup inspiratif akan mimpi dan kesuksesan, saya rasa masih lebih inspiratif Laskar Pelangi. MIMPI dalam Merry Riana masih TERSAMAR oleh kisah CINTAnya bersama Alva, bahkan sepertinya penonton pun lebih menikmati kisahnya dengan Alva, meski di beberapa bagian, ditunjukkan scene melamar kerja bareng, mulai dari toko yang mengharuskan Merry naik sepeda, hingga jadi buruh angkut barang yang pada akhirnya Merry bekerja di Singapore Flyer tempat Alva bekerja sebelumnya, SO DRAMA. Namun begitu jika tiap adegan dinikmati secara terpisah, saya rasa baik tentang mimpi atau tentang cinta bisa dinikmati dengan sebenarnya.
Film ini pun sedikit mengaburkan (baca: kurang memperhatikan) latar tempat dan latar waktu. Pastinya sedikit kesulitan bagi Hestu Saputra untuk membagi-bagi frame time dalam film ini karena sosok Merry Riana yang saya rasa masih terlalu dini untuk difilmkan. Salah satu yang absurd adalah skenario bahwa Alva akan diwisuda besok, namun tanpa perpindahan yang jelas, tiba-tiba Merry yang diwisuda, setidaknya ada jarak 1 tahun dari skenario itu diucapkan hingga adegan wisuda tersebut, namun semuanya kabur. Beda dengan film Habibie & Ainun, yang frame time nya natural dan jelas.
Finally, Merry Riana bukanlah film yang buruk. Anda tetap bisa menontonnya di bioskop sebagai film yang cukup inspiratif dan kisah cinta yang so drama, meski keduanya dilebur dengan saling menyamarkan arah filmnya.
Seperti biasa, jika film ini ikut daftar di FFI, maka prediksi saya film ini akan mendapatkan nominasi setidaknya :
Pemeran Utama Wanita Terbaik : Chelsea Islan
Penulis Skenario Adaptasi Terbaik : Titien Wattimena & Rahabi Mandra
Penata Musik Terbaik : Tya Subiakto Satrio
So, segera datang ke bioskop dan majukan perfilman Indonesia. BANGGA FILM INDONESIA