DIBALIK 98. Ada apa dibalik 98? Jawabannya di tahun tersebut sudah ada produk awet muda setidaknya hingga 17 tahun ke depan. Lha maksudnya apa? Ikuti saja reviewnya, nanti di akhir ulasan juga akan ketemu jawabannya. Dibalik 98 merupakan film debut perdananya aktor hebat Lukman Sardi (Sang Pencerah, Rectoverso) sebagai sutradara. Nampaknya Lukman tidak main-main membesut film yang bercerita tentang drama (fiksi) sebuah keluarga dengan latar belakang kejadian Mei 1998. Seperti apa filmnya, kawan wajib tonton film yang sudah tayang mulai 15 Januari 2014 kemarin.
GENDERANG PERANG MNC PICTURES
Satu lagi rumah produksi yang sepertinya akan rutin memproduksi film-film berkualitas, MNC Pictures. Jika kawan mendengar kata MNC tentu sudah tak asing lagi, namun kiprahnya di perfilman (bukan sinetron) nasional masih bisa dihitung dengan jari. Tercatat, sepengetahuan saya, film perdananya adalah Asmara Dua Diana (Aura Kasih & Luna Maya) pada tahun 2008. Hasilnya bisa saya bilang masih minim alias di bawah rata-rata. 2 Tahun kemudian MNC Pictures melakukan lompatan jauh dengan membuat Hari Untuk Amanda (Reza Rahadian, Oka Antara & Fanny Febriana). Filmnya banyak menuai penghargaan termasuk wara-wiri di nominasi Festival Film Indonesia 2010. 4 Tahun vakum, November 2014, MNC Pictures memberikan sinyal bahwa ia layak bersanding dengan MD Pictures, MVP Pictures atau StarVision Plus, dengan mengembalikan artis cantik Dian Sastrowardoyo (Ada Apa Dengan Cinta) dan menduetkannya dengan Lukman Sardi dalam 7 Hari 24 Jam di bawah arahan Fajar Nugros. Hasilnya lumayan, di atas rata-rata. Sinyal itu kini makin berubah menjadi genderang perang setelah MNC Pictures menghadirkan Dibalik 98. Dari 4 film yang telah diproduksi, rasanya Dibalik 98 merupakan film terbaik MNC Pictures. Lalu kejutan apa lagi yang akan dihadirkan oleh MNC Pictures? Semoga Affandi Rachman – sang produser – bisa menduetkan Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra, saya kira bisa membuat AADC : Reunion.
Dibalik 98, merupakan film yang bikin saya merinding, bahkan sejak paruh pertama film. Rasanya saya tidak percaya kalau ini film buatan sutradara perdana. Jika ditinjau dari penulisan skenario, rasanya memang Dibalik 98 masih menyajikan sesuatu yang biasa, untungnya penceritaan tersebut dibantu dengan visualiasi yang keren yakni perpaduan sinematografi ala Yadi Sugandi (Pasir Berbisik, Tanda Tanya), ditambah dengan suntingan Yoga Krispratama (Claudia/Jasmine, Cahaya Dari Timur: Beta Maluku) dan tata musik Thoersi Ageswara (Alangkah Lucunya Negeri Ini, The Mirror Never Lies) serta tata suara Khikmawan Santosa & M. Ikhsan Sungkar (3 Nafas Likas) dipadu dengan begitu mengagumkan ditambah dengan artistik Frans X.R Paat (Sang Kiai) membuat film ini betul-betul hidup sebagai karya sinema dengan cerita dan teknis yang bagus. Jelas ini bukan film asal-asalan. Awalnya nama-nama kru tidak disebutkan di awal yang bikin saya penasaran, kok bisa ya tata suara dan tata musiknya bagus, suntingannya keren, ini film pertama yang saya tonton credit titlenya hingga habis hingga copyright, ternyata orang-orang hebat disini. Salut buat jajaran kru belakang layar semua.
ESSEMBLE CAST YANG SEMPURNA
Pemilihan cast dan essemblenya sangat apik dan memuaskan. Menghadirkan para cameo yang berperan sebagai tokoh nyata, mulai dari Presiden Soeharto, BJ Habibie, Amien Rais, Wiranto dan Harmoko yang cukup sentral dalam film ini ditambah beberapa tokoh terkenal lainnya yang muncul (mungkin) sekali dalam film seperti Gus Dur, Nurcholis Madjid dll. Dua jempol saya berikan pada Amaroso Katamsi (Cinta Suci Zahrana) yang berperan sebagai Presiden Soeharto. Dari semua essemble cast yang hadir di Dibalik 98, Pak Presiden ini yang paling mirip secara gekstur, namun bukan hanya penampilan, akting dan ekspresinya pun mampu menggambarkan suasana batin yang mungkin terjadi pada pak Presiden Soeharto waktu itu, meski saya juga baru berumur 8 tahun waktu itu, dan nggak tahu apa-apa mengenai kejadian waktu itu.
Selain Presiden Soeharto, hadir pula tokoh BJ. Habibie yang diperankan oleh Agus Kuncoro (Tendangan Dari Langit, Gending Sriwijaya). Berbicara akting seorang B.J Habibie tentu seketika ingatan kita akan mengarah pada aktor Reza Rahadian yang bermain apik dalam Habibie & Ainun. Memang tidak tepat dan bukan pada tempatnya membandingkan akting Reza dan Agus sebagai seorang Habibie mengingat peran dan porsinya berbeda. Dibalik 98 menempatkan BJ Habibie sebagai tokoh pendukung yang membuat Agus Kuncoro harus memaksimalkan kemampuan aktingnya agar penampilannya jadi berkesan. Lalu? Dari segi suara, saya memang lebih suka Agus Kuncoro, namun untuk gekstur Reza Rahadian masih juaranya.
Tidak hanya menghadirkan tokoh-tokoh sentral di balik pintu istana, Lukman Sardi pun menghadirkan tokoh-tokoh di luar pintu istana. Menggambarkan dua sisi yang berbeda, Lukman Sardi berhasil menghadirkan Chelsea Islan (Merry Riana, Street Society) & Boy William (Rumah Gurita, Radio Galau FM) sebagai kaum yang berpendidikan serta kaum marginal yang diwakili Teuku Rifnu Wikana (Jokowi, Negeri Tanpa Telinga) dan Bima Azriel (Sepatu Dahlan), ayah dan anak yang berprofesi sebagai pemulung. Setelah terpesona pada bintang cilik Nasya Abigail (Perempuan Berkalung Sorban), Gecca Tavara (99 Cahaya di Langit Eropa) dan Aria Kusumah (Pendekar Tongkat Emas), saya harus jujur bahwa saya terpesona oleh tokoh Gandung si anak pemulung ini, tidak banyak memang kemunculannya, namun memberikan kesan yang bagus. Ekspresinya dapet, juara lah.
Masih berbicara penokohan, Lukman Sardi pun menyambungkan tokoh istana dengan luar istana oleh sepasang suami istri Bagus dan Salma. Bagus yang diperankan oleh Donny Alamsyah (Fiksi, 9 Naga) bekerja sebagai tentara sementara istrinya Salma, yang diperankan oleh Ririn Ekawati (Kisah 3 Titik, Rindu Purnama) sebagai juru masak di dapur istana. Selain dua jempol diberikan pada Amaroso Katamsi, tidak berlebihan jika dua jempol juga saya berikan pada Donny Alamsyah dan Ririn Ekawati. Berhasil memainkan peran emosional terutama saat melihat beberapa wanita (keturunan Tionghoa – mungkin) diperkosa (mungkin juga) di depannya, ia bermaksud menghentikan kejadian tersebut namun apa daya, dirinya sedang hamil dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ririn berhasil menguras emosinya sekaligus juga emosi saya untuk mengeluarkan air mata. Ririn betul-betul masuk ke dalam perasaan seorang perempuan, seorang (calon) ibu ketika menyaksikan kejadian di depannya. Setelah berakting apik juga di film Kisah 3 Titik, saya rasa Ririn Ekawati perlu diperhatikan lebih lanjut oleh para produser ataupun sutradara agar bisa terus eksplorasi kemampuan aktingnya. Serupa dengan Ririn, Donny Alamsyah yang lebih banyak diam menghadapi sikap adik iparnya, Chelsea Islan, ini mampu memainkan emosi dengan klimaks dan sangat tepat. Klimaksnya terjadi saat demo, dan adik iparnya itu terus menyindir profesinya sebagai seorang tentara dan menyalahkan dirinya atas hilangnya Salma istrinya sekaligus juga kakak Diana. Donny pun membalasnya dengan suguhan yang tak terduga, luar biasa. Seperti apa aktingnya? Tonton aja ah. Selain mereka nama-nama besar berikut pun ikut meramaikan film Dibalik 98 seperti Fauzi Baadila, Verdi Soelaeman dan Alya Rohali.
PEMANIS FILM
Film ini bukanlah film tentang seseorang, sehingga cast berjalan sebagaimana porsinya. Serupa dengan Tanda Tanya karya Hanung Bramantyo, untuk film banyak cast seperti ini akan sulit untuk menentukan siapa peran utamanya. Dibalik 98 pun tidak memiliki peran utama yang menonjol, semua cast memiliki benang merah yang sama terhadap isi film, kecuali Chelsea Islan dan Boy William semua cast bermain apik dan masuk ke dalam ruh film. Lha, emang mereka tidak bermain apik? Drama Diana dan Daniel hanya dijadikan sebagai pembuka dan penutup film saja. Mereka merupakan representasi mahasiswa dengan karakter yang berbeda. Tidak ada pengembangan karakter keduanya. Peran mereka sama saja dengan extras mahasiswa lainnya. Malah dua orator mahasiswa (yang entah saya tidak tahu namanya) yang membuat saya merinding. Diana dan Daniel hanya sebagai tokoh yang ditonjolkan ke permukaan (kebetulan karena mereka artis, heheheh) hanya sebatas mahasiswa biasa di antara ratusan kerumunan mahasiswa. Kenapa tidak Diana saja yang orator? Lalu konflik batin Daniel yang tidak suka dengan kekerasan bisa diperdalam sebagai konsekuensi logis atas pencantuman kedua namanya di bagian pertama pada jajaran cast di credit title. Untungnya, MNC Pictures cukup cerdik, memasang Chelsea dan Boy sebagai pemanis film. Untungnya lagi, filmnya bagus. Meski sebetulnya tanpa kehadiran Diana dan Daniel pun film ini tetap utuh.
Film ini bercerita dimulai dari demo mahasiswa Trisakti hingga akhirnya Presiden Soeharto mengundurkan diri, tanpa mengungkap sejarah apapun. Ini pun dijelaskan oleh Lukman Sardi pada credit tittle bahwa ini murni film fiksi drama yang berlatar kejadian tahun 1998. Film ini dibuka dan ditutup dengan setting tahun 2015, tak ada yang salah dengan pembuka namun sedikit mengganjal di penutup film. Diana dan Daniel bertemu kembali di Jakarta pada tahun 2015, setelah sebelumnya Daniel digambarkan pergi ke luar negeri. Ia kembali ke Jakarta untuk menaburkan abu kremasi almarhum ayahnya di tanah kelahirannya. Hebatnya Boy William – 1998 ke 2015 – 17 tahun berlalu, tidak nampak perubahan apapun dalam diri Boy baik wajah ataupun penampilan. Hebat bukan, ini yang saya sebut di awal mungkin di balik 98 ada produk yang bisa bikin awet muda hingga setidaknya 17 tahun ke depan. Tidak Boy, tidak juga Chelsea. Rasanya kalau saya anggap usia mereka saat mahasiswa adalah 20 tahun maka mereka bertemu dalam usia 37 tahun. Kalau ada cewek 37 tahun masih seperti Chelsea Islan, mau lah saya, heheheh, mungkin Chelsea Islan pake Garnier yang sempat ia bawa ke Singapore (emangnya Merry Riana). Untuk hal ini, meski minor tapi setidaknya sutradara bisa lebih cermat mengarahkan tata rias dan tata busana untuk lebih apik. Meski dramanya fiksi, namun settingnya nyata di film ini, so tetap butuh logika. Pertemuan mereka di akhir film dengan setting tahun 2015 ini, membicarakan semangat reformasi dimana Diana masih merasa gagal memperjuangkan reformasi hingga akhirnya mereka bercerita (sekilas) tentang anak mereka masing-masing. Owh rupanya mereka sudah menikah toh, kayaknya kalau Chelsea Islan menikah dengan Dion Wiyoko dech (sindrom Merry Riana lagi), tapi entah kalau Boy William dengan siapa. Tapi kayaknya Chelsea sudah cerai dengan Dion Wiyoko, karena ia malah menikah dengan Natasha Rizky (alah ini mah film Hijab) Intermezzo, saking banyaknya film Indonesia yang bagus akhir-akhir ini.
Finally, dengan rasa kagum saya yang tinggi pada semua kru dan pemain, saya sangat rekomendasikan film ini untuk ditonton tentunya di bioskop, jangan download bajakan apalagi nunggu d TV (plis MNC jangan ditayangin d TV, lama-lamain aja, ini film bagus). Seperti biasa, film ini saya prediksi di penghargaan tahun 2015 sebagai berikut
Film Terbaik
Sutradara Terbaik
Pemeran Pendukung Pria Terbaik : Donny Alamsyah, Amaroso Katamsi
Pemeran Pendukung Wanita Terbaik : Ririn Ekawati
Penyunting Gambar Terbaik : Yoga Krispratama
Penata Artistik Terbaik : Frans XR. Paat
Penata Musik Terbaik : Thoersi Ageswara
Penata Suara Terbaik : Khikmawan Santosa & M. Ikhsan Sungkar
Pengarah Sinematografi Terbaik : Yadi Sugandi
Akhir kata menonton film ini bikin merinding, memacu adrenalin dan turut hanyut ke dalam cerita film. Pembuatan judul yang menarik serta cast yang apik, membuat saya sangat yakin Dibalik 98 akan menjadi box office film Indonesia tahun ini. Ada apa dibalik 98? Ada 89 point dari 100 untuk Lukman Sardi dan tentunya untuk Dibalik 98 juga. Maju terus film Indonesia.