Selain kisah cinta romansa antar dua orang manusia, tentunya laki-laki perempuan, semisal Rangga dan Cinta di AADC2 atau Dimas Anggara dan Michele Ziudit di London Love Stroy, akhir-akhir ini kisah drama keluarga mulai diangkat pula ke layar lebar. April lalu, Juara The Movie, mengisahkan drama keluarga Bisma (Bisma Karisma ex SM*SH) dengan ibunya Cut Mini yang berjuang menghidupi keluarganya dengan berjualan bakso. Tapi tenang, kamu yang sudah nonton film ini, pasti tak kecewa kan, karena Juara The Movie tidak jatuh pada drama lebay ala sinetron kebanyakan. Juara The Movie hadir dengan menakjubkan dan bikin saya lebih menghargai arti sebuah keluarga.
Lain Juara The Movie, lain pula Superdidi yang tayang seminggu setelahnya. Jika Juara The Movie lebih banyak drama dan sesekali tawa namun dibalut indah dengan aksi laga, Superdidi lebih dominan komedi. Reviewnya pernah saya buat di sini. Boleh dibaca dulu yach. –Review Superdidi–
Nah, lebaran kemarin, salah satu drama keluarga yang tayang adalah Sabtu Bersama Bapak. Saya tidak terlalu tertarik nonton film ini, namun karena promo “diadaptasi dari buku laris” dan jaminan cast mumpuni membuat saya akhirnya menuntaskan rasa penasaran akan film ini. So…
Diadaptasi dari novel karya Adhitya Mulya (Jomblo) oleh sutradara Monty Tiwa (Testpack, Raksasa Dari Jogja), film ini hadir dengan membawa kisah masing-masing dari anggota keluarga pak Gunawan (Abimana Aryasatya). Mari kita berkenalan satu-persatu.
Drama Pak Gunawan
Peran Ibu Itje sebagai suami Pak Gunawan dipercayakan kepada Ira Wibowo. Terkisah Pak Gunawan terkena penyakit kanker (sudah tak terhitung berapa karakter film Indonesia yang terkena penyakit ini, may be bisa sedikit kreatif, xixixi) dan hanya memiliki satu tahun lagi untuk hidup. Akhirnya Gunawan memutuskan membuat video untuk bisa ditonton oleh anak-anaknya setiap hari Sabtu. Sampai di sini premis yang unik.
Drama Satya dan Rissa
Satya (Arifin Putra) adalah putra pertama Gunawan dan Itje. Setelah dewasa ia hidup bisa dibilang berkecukupan. Tinggal di luar negeri alias Paris, memiliki istri yang cantik Rissa (Acha Septriasa) dan dikaruniai 2 orang anak (yang sepertinya anak hasil adopsi, upz.). Satya yang berkarakter keras dan ingin menjadi sosok bapak sesempurna Pak Gunawan dihadapi dengan sabar oleh Rissa. Drama ini yang menjadi sisi emosional atau diharapkan memancing tangisan penonton.
Drama Cakra dan Ayu
Jika Satya mewakili kaum lelaki yang siap berumah tangga, Cakra (Deva Mahenra) mewakili lelaki jomblo dengan karir mentereng. Yach, menjabat sebagai deputi direktur sebuah bank dalam umur 30 tahun. Wow siapa yang tidak akan tertarik dengan lekaki seperti ini. Muda, ganteng dan berduit. Adalah Ayu (Sheila Dara Aisha) wanita yang terpilih Cakra untuk mendampingi hidupnya. Wanita yang bekerja di kantornya namun ilfeel setengah mati terhadap Cakra. Keluguan dan kepolosan di drama ini yang akan menjadi bumbu komedi.
Ada satu lagi drama Ibu Itje. Namun rasanya tidak perlu diceritakan, toh tak terlalu mempengaruhi juga terhadap ruh film. Balik lagi ke drama yang sudah dijelaskan. Drama mereka hadir masing-masing bak sebuah pertunjukan yang sebentar menangis sebentar tertawa. Bisa jadi sukses keduanya atau bahkan gagal keduanya. Mari kita lihat saja.
Melihat trailer, saya pikir Sabtu Bersama Bapak akan menyuguhkan hujan air mata dan saya sudah siapkan itu. Nyatanya, tak sedikitpun air mata ini menetes. Gagal lah saya baper. Entahlah, drama Pak Gunawan yang sudah dibangun emosional juga performa Acha Septriasa yang kembali pada “track”nya, seakan-akan tidak ingin dilarutkan lebih dalam, dengan cepat diganti haluan ke drama Cakra dengan kepolosan dan keluguannya. Belum lagi kolaborasi Firman (Ernest Prakasa) dan Wati (Jennifer Arnelita) yang menambah tawa suasana bioskop.
Trio Cakra-Firman-Wati lah yang menjadi scene stealer di film ini. Saya sendiri jadi merasa tak penting mengikuti bagaimana pertengkaran Rissa dan Satya gara-gara kedua anaknya hilang yang sesaat kemudian juga ditemukan kembali. Atau bagaimana drama bu Itje menutupi sesuatu dari dirinya. Yang saya tunggu hanyalah bagaimana Cakra-Firman-Wati mempersembahkan lakon komedi yang membuat tawa bergelak keras sehingga saya merasa tidak rugi meluangkan waktu hampir 2 jam dduduk di kursi bioskop.
Selain itu, titik balik seorang Ayu yang awalnya sangat ilfeel kepada Cakra tiba-tiba berubah suka hanya gara-gara nomor telepon yang kebetulan nyambung. Tidak dibangun lagi karakternya. Hm…. Juga sedikit dipusingkan dengan mereka yang memiliki nama mirip-mirip dan ada nama panggilannya. hehhehe
Pada akhirnya saya merasa Sabtu Bersama Bapak lebih kental komedinya. Ajaran-ajaran alias petuah-petuah Pak Gunawan sebagian besar hanya disampaikan melalui narasi. Sebagai sebuah karya audio visual tentunya kata-kata tersebut harus bisa diterjemahkan ke dalam bahasa gambar dengan baik. Belum lagi cahaya atau warna atau apalah istilahnya yang cukup mengganggu sepanjang saya nonton film ini.
Sabtu Bersama Bapak memang menghadirkan drama mereka masing-masing dengan baik. Namun film ini kurang menyambungkannya dengan baik. Ya, tinggal masalah selera suka drama yang mana. Saya jelas hanya menikmati kekonyolan Deva-Ernest-Jenifer dan efeknya saya langsung minta dibeliin pete sama mamah buat sambel kentang lebaran. Ada apa dengan pete? Cuzz ke bioskop saja lah ya.