Pertama kali mengenal sosok Chrisye lewat lagu pada saat ia mengeluarkan album SENYAWA (2004), sebuah album yang berisi lagu duet bersama musisi muda yang hits saat itu. Salah satunya adalah Peterpan dengan hits “Menunggumu” yang menjadi andalan untuk album tersebut. Saya pun membeli kasetnya. Setelah mendengar keseluruhan lagu dalam album tersebut, saya jatuh cinta pada lagu “Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada” yang diduetkan bersama musisi (sekarang politikus) Ahmad Dhani.
Tahun ini rumah produksi MNC Pictures mengangkat sosok Chrisye ke layar lebar. Diperankan oleh Vino G. Bastian, bagaimanakah Chrisye yang ditawarkan oleh MNC?
Dimulai dengan cuplikan infotainment berita meninggalnya Chrisye pada tahun 2007, Film Chrisye sudah mulai menancapkan emosi bagi para penonton terlebih para penggemarnya. Selanjutnya film Chrisye membangun set up keadaan keluarga Chrisye dengan sosok ayah yang menentang keinginan kuat Chrisye untuk menjadi musisi. Bahkan, ketika Chrisye mendapat kontrak manggung di Amerika bersama band-nya, ayahnya tetap menolak.
Film Chrisye ini didasarkan atas cerita Damayanti Noor (istrinya) yang dalam film ini diperankan oleh Velove Vexia. Film Chrisye berusaha menyusun kepingan-kepingan peristiwa penting yang dialami sang tokoh. Tantangan berat bagi penulis Alim Sudio untuk memilih dan memilah kisah mana yang pas diangkat dari puluhan tahun perjalanan Chrisye menjadi 110 menit.
Film Chrisye berusaha dengan maksimal membangun set up perkenalan dengan lompat sana lompat sini. Alhasil, film Chrisye sedikit kebingungan namun perlahan mulai menemukan pijakan ke mana film ini harus bercerita.
Performa Vino G. Bastian semakin menunjukkan kelasnya sebagai aktor papan atas. Melihat filmografi seorang Vino, ia terkenal lihai dan pandai dalam bermain sebagai bad boy (dan good boy) dalam waktu bersamaan. Lihat saja Radit & Jani yang mengantarkannya meraih piala citra Festival Film Indonesia atau Toba Dreams yang membuat ia melenggang mulus meraih piala terpuji Festival Film Bandung.
Chrisye adalah tantangan baru baginya. Dalam film ini, bukan hanya soal kemiripan secara fisik semata, tapi Vino dituntut untuk mampu menerjemahkan keinginan skenario mengenai sosok lain Chrisye yang ternyata juga memiliki kegusaran dan ketakutan akan hidup dan kesuksesannya.
Film Chrisye melepaskan atribut Chrisye sebagai legenda dalam dunia musik Indonesia dan menjadikannya ‘manusia biasa’ tanpa melupakan musik yang membesarkan namanya. Rizal Mantovani yang duduk di kursi sutradara paham betul bagaimana memadukan keduanya. Lagu, musik dan perasaan Chrisye menyatu utuh dalam film ini. Inilah yang berhasil ditaklukkan oleh Vino G. Bastian
Film Chrisye sedikit mengingatkan saya pada film Hijrah Cinta yang mengangkat hal yang serupa yakni kegundahan Ustadz Jefri Al-Buchari ketika ia berada di puncak karirnya sebagai penceramah. Baik film Chrisye atau Hijrah Cinta, keduanya adalah perjalanan spritual seorang tokoh yang mungkin tidak banyak orang yang tahu.
Film Chrisye tak hanya sebagai penghormatan besar untuk Chrisye seorang diri. Salah satu yang menarik dari film ini adalah hadirnya tokoh-tokoh (yang sebagian besar masih hidup) yang mendukung karir dan perjalanan Chrisye. Semisal Guruh Soekarno Putra, Erwin Gutawa, Gauri Nasution, A Ciu, Sys NS, Jay Subiakto, Addie MS hingga sastrawan Taufiq Ismail. Yang paling mencuri perhatian adalah Guruh Soekarno Putra (Dwi Sasono) dan Jay Subiakto (Roby Tremonti).
Lagu – lagu Chrisye
Dari sekian banyak lagu Chrisye, tak banyak lagu yang dimasukkan dalam film ini. Terhitung “Lilin-Lilin Kecil“, “Kisah Cintaku“, “Aku Cinta Dia” dan beberapa lagu lain yang saya tak tahu judulnya. Klimaksnya adalah ada pada lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata”.
Saya masih inget bagaimana goyang dan mimik muka Vino G. Bastian saat perform untuk lagu “AKu Cinta Dia“. Ini bagian dari film Chrisye yang paling menghibur. Namun jika ditanya bagian terbaik dari film Chrisye, saya akan jawab proses pembuatan dan perekaman lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata“.
Anda pasti terhibur jika tahu Behind the Scene di balik pembuatan cover album ini. |
Lirik lagu ini ditulis oleh Taufiq Ismail yang terinspirasi dari Surat Yasin ayat 65. Berkali-kali Chrisye tak sanggup menyanyikan lagu ini. Setiap kali berusaha menyanyikan, Chrisye malah menangis dan menangis. Di sini, kita bisa lihat bagaimana Vino G. Bastian mengeluarkan segala potensinya. Hasilnya, juara!
MNC Pictures yang kali ini berkolaborasi dengan Vito Global Visi menyajikan kisah Chrisye hingga akhir hayatnya. Bagian akhir inilah, permainan Velove Vexia menemui klimaksnya. Menangis dalam dekapan piano, adalah bagian terindah yang disuguhkan Velove di film ini.
Film Chrisye tak sempurna memang, terutama transisi di beberapa bagian yang dirasa tidak memberikan emosi apa-apa. Namun di balik itu semua, Film Chrisye adalah lompatan dari seorang Rizal Mantovani sebagai sutradara yang biasa dikenal dengan urusan visual yang top notch namun kadang sedikit lemah dalam bercerita. Meski masih ada beberapa pengembangan cerita yang “tidak bekerja”, tapi film Chrisye membuktikan Rizal mampu bercerita dengan baik.
Ide untuk mewarnai film biopik yang mengangkat tokoh nyata tidak hanya dari pahlawan nasional/perjuangan saja, patut diapresiasi. Meski Chrisye bukan yang pertama, film Chrisye tetap penting untuk diapresiasi karena film ini sendiri adalah bentuk apresiasi terhadap karya seni.
Mengutip perkataan Chrisye “seni tanpa apresiasi, ia tidak utuh”, maka segeralah apresiasi film Chrisye dengan menontonnya di bioskop.