Suatu hari di 2015, teman saya dari Sukabumi menghubungi saya dan meminta bantuan. Ia ingin diantar dan ditemani karena ia akan pergi ke Bandung. Usut punya usut ia akan menghadiri talkshow bareng penulis yang novelnya begitu fenomenal. Ia pun menceritakan betapa fenomenalnya novel tersebut hingga melahirkan imaji sendiri akan tokoh utama dalam novel tersebut.
Kabarnya pula, banyak produser yang tertarik untuk memfilmkan novel tersebut. Tapi penulis masih bersikeras tidak akan memfilmkan novel yang dibuatnya. Saking penasaran, saya pun akhirnya tertarik membaca novelnya. Itulah kali pertama saya berkenalan dengan sosok Dilan 1990, sosok yang sudah SMA di saat saya akan dikeluarkan sebentar lagi ke dunia yang penuh tipu muslihat ini.
Januari 2018, sosok Dilan 1990 hidup di layar lebar. Adalah MAX Pictures rumah produksi yang beruntung bekerjasama dengan Pidi Baiq sang penulis novel mewujudkan Dilan versi audio visual. Ssempat menuai kontroversi saat Iqbaal Ramadhan (eks CJR) diumumkan ke publik sebagai sosok Dilan. Berhasilkan Iqbaal memenuhi ekspektasi para pembaca? Bagaimana film ini bergulir?
Disutradarai oleh Fajar Bustomi dan Pidi Baiq sendiri Dilan 1990 memulai dengan kata-kata (dianggap) romantis yang diluncurkan oleh seorang Dilan. “Hai, Milo ya? Aku ramal bungkus kamu warnanya akan berubah jadi oranye sore nanti”. Milo pun bingung, karena ia biasanya ganti bungkus setiap jam 12 malam ditemani Nagin.
Ramalan Dilan meleset. Dilan pun mengirimkan sepucuk surat. “Maaf Milo, ramalanku salah, kamu tak berubah jadi oranye, karena memang belum ada Milo rasa jeruk. Tapi aku mau meramal lagi, kita akan ketemu esok hari.”
Milo sangat yakin ramalannya salah karena besok hari Minggu dan sekolah libur. Meski begitu Milo mulai kesengsem dan sedikit ada rasa. Padahal Milo sudah punya pasangan di kota lain.
Keesokan harinya, pintu rumah Milo diketuk. Si bibi pembantu rumah tangga (yang tugasnya hanya angkat telepon) memberitahu Milo bahwa ada yang datang ke rumahnya. “Siapa bi?” “Cowok”. Siapakah gerangan? Milo penasaran.
Dilan : “Ramalanku benar aku ketemu kamu hari ini.”
Milo : “Kamu tahu dari mana rumahku?” (penasaran membuncah)
Dilan : “Bahkan aku tahu tanggal lahirmu, nomor teleponmu, nomor sepatumu, nomor rumahmu juga nomor Pidi Baiq”
Milo : (dalam hati) “Ya iya, kamu tahu nomor Pidi Baiq, dia kan yang casting kamu. Bersyukur film kita ditonton lebih dari 5 juta penonton”. (Mendadak Milo yang jadi ahli ramal)
Dalam diamnya Milo, Dilan pun langsung memberi Milo Cheese Burger (eh maaf salah studio). Dilan mengambil kembali Cheese Burger yang sudah dikeluarkan lalu memberinya sepucuk surat. Milo pun memang lebih tertarik dengan surat dibanding Cheese Burger karena untuk masalah makanan tentu enak makanan bibi (meski gak pernah masak). Eaaaa!
Dilan pun pamit seraya meminta Milo membaca suratnya. “Iqro Milo, tapi nanti. Assalamualaikum jangan?” “Assalamuaalaikum” jawab Milea. “Walaikumussalam” jawab Dilan. Lho kok jadi Milo yang ucap salam duluan. Penonton pun ketawa, tapi baru beberapa saja yang ketawa. Saat itu Milo belum tahu kalau cowok itu bernama Dilan.
Pergilah Milo ke kamar, buka pintu lalu loncat-loncat di atas kasur. Ambil uang puluhan juta pecahan seratus ribu warna merah lalu dihamburkan ke atas kasur. Surat dari Dilan dengan amplop merah pun digabungkan dengan uang yang berserakan tadi. Milo menantang dirinya sendiri, untuk bisa menemukan surat tersebut. Nggak ada kerjaan ya? Hahhah, sama dengan film ini yang kerjanya cuman kata-kata sehingga melupakan banyak hal, terutama eksplorasi karakter.
Apa isi surat itu? Surat itu ngasih tahu kalau cowok itu namanya Dilan? Bukan ternyata! Milo berharapnya surprise ulang tahun karena besoknya, Senin ia berulang tahun. Tenyata bukan juga. Keikhlasan Milo tak memilih Cheese Burger berbuah manis. Malam harinya ia dikejutkan dengan kedatangan pacarnya dan mendapat kue ulang tahun. Baik ya? Ternyata aslinya tidak. Bahkan di kemudian hari berani mengatakan Milo seorang “pelacur”.
Haruskah kata ini menjadi pilihan penulis skenario untuk seseorang anak SMA yang diduga menjalin kasih dengan cowok lain padahal tidak ngapa-ngapain? Buatku kata tersebut terlalu berat untuk kisah cinta yang sederhana ini. Jika kata itu keluar dari Baim Wong pada Tiara Eve di Moammar Emka’s Jakarta Undercover, konteksnya sangat relevan. Ah ini, padahal Milo gak usah dikatain gitu juga, kan aku jadi kasihan. Lupakan pacarnya Milo, perannya di sini hanya untuk mengatakan itu saja kok dan sok jadi laki yang emosian. Hahahh, sok jago loe.
Senin tiba. Milo masuk kelas. Mendapat sambutan dari teman-teman sekelasnya, Milo cukup terharu. Tibalah saat upacara bendera. Inilah moment penting bagi hidup Milo. Terlihat sosok yang tidak jadi mengirim Cheese Burger di depan lapangan, menerima hukuman dari guru.
“Ia lagi, ia lagi”, ucap teman Milo yang sebelahan dengan Milo
“Dia siapa?’, tanya Milo
“Dilan”
Akhirnya Milo tahu kalau cowok peramal itu namanya Dilan. Merasa tidak cocok jika nanti ia harus berpasangan dengan Dilan, Milo pun mengubah namanya menjadi Milea. Rangga x Cinta, Adit x Tita, Dilan x Milo (kan engga banget) jadilah Dilan x Milea.
Selanjutnya bagaimana Dilan x Milea?
Sampai habis film, narasi-narasi seperti di atas akan terus berulang. Dilan 1990 memiliki banyak tokoh yang sayangnya hanya hadir sebagai konsekuensi bahwa tokoh di novel tersebut harus hadir di filmnya. Dilan 1990 hampir saja naik level, tatkala narasi kekerasan mulai diangkat. Sayangnya beribu kali sayang, narasi tersebut pun hanya sepintas lalu tanpa hadir dengan utuh, atau memang diniatkan begitu.
Oia, yang belum saya kasih tahu, Dilan itu anggota genk motor terkenal di Bandung dengan jabatan panglima. Siapa cewek yang nggak mau jadi pacarnya? Susi saja ketua genk cewek tajir di sekolah naksir berat sama Dilan. Nah, pasti banyak yang berharap jadi Milea ya?
Dilan ini memang sosok fenomenal. Dilan tidak hanya diserang oleh genk motor lain, ia juga diserang oleh isu syiah. Isu-isu agama yang biasanya digunakan untuk pilkada. . Belum juga reda isu ini, Dilan kerap dibanding-bandingkan dengan Al-Fatih yang usia muda sudah menaklukkan Konstantinopel. Tapi disadari atau tidak, membandingkannya dengan Al-Fatih, pembanding justru menaikkan kelasnya Dilan. Sabar ya Dilan, kamu nggak akan kuat dengan isu ini, biarkan mereka saja.
Ada yang belum kalian tahu, masih ada Rafathar yang usia 2 tahun sudah memiliki kekuatan super dan mewarisi harta orangtuanya. Upz.
Fenomenal sosok Dilan bahkan membuat Milea rela ditampar oleh temannya Dilan hingga nekat mendekati lemparan batu, lalu slow motion, dan ajaib tak ada satu pun batu yang kena. Untungnya lagi, tidak dilanjutkan dengan hujan turun. Semua itu Milea lakukan demi mencari Dilan, karena khawatir Dilan yang kena lemparan batu tersebut.
Dilan dan Milea selamat. Untuk lebih menjaga keselamatan Milea, ia pulang bersama ibunya Dilan, Bundahara. Sementara Dilan sendiri menjadi saksi atas kasus penyerangan terhadap sekolahnya itu. Dalam perjalanan Milea dan Bundahara yang menaiki mobil-mobilan terdapat perbincangan hangat. Milea pun langsung dekat dengan ibunya Dilan. Makin hari makin dekat, mulai masak bareng hingga mengajak masuk ke kamar Dilan tanpa sepengatahuan Dilan. Bundahara menunjukkan puisi yang berjudul Milea. So sweet juga ya ternyata Dilan.
Milea ingin mengoleksi puisi tersebut, namun karena Bundahara tak memiliki mesin fotocopy, Milea pun menyalinnya ke telapak tangannya. Hari sudah larut malam, lalu Milea pun pulang diantar oleh Dilan yang sebelumnya tertidur pulas. Waktu aku pacaran dulu, aku risih kalau saat tidur diliatin cewek. Xixxii.
“Dilan, kamu pernah nangis gak?’, tanya Milea sembari mengalungkan tangan ke pundak Dilan
“Pernah, waktu bayi”
Ya iyalah, masa iya pas baru lahir ketawa ngakak guling-guling. Rina Nose, Gilang Dirga, Sule, Andre Taulany dan Nunung juga pas bayi ya sama kerjaannya nangis.
“Ih bukan, pas udah gede”, respons Milea dengan nada-nada manja, lebih manja dari Ricky Cuaca.
“Menghilanglah dari Bumi, aku akan menangis”, jawab Dilan.
Milea tersipu lalu mengalihkan pembicaraan
“Kamu, tadi mau ikut nyerang sama anak-anak ya?”
“Aku kan seharian sama kamu”
“Kalau nggak sama aku?”
“Emangnya kenapa kalau aku ikut nyerang”
“Aku akan menghilang dari bumi”
Baiklah, jikalau begitu aku menghilang sekejap dari bumi. Sampai jumpa di Dilan 1991!