Rumah Produksi yang terhitung rajin menelurkan film, Falcon Pictures, kembali menghadirkan suguhan terbarunya di layar lebar. Gila Lu Ndro! Begitulah judul film yang mendapuk Indro Warkop dan Tora Sudiro sebagai pemeran utamanya.
Film ini bercerita tentang Indro (Tora Sudiro) yang bertemu Al (Indro Warkop), seorang Alien dari Planet Alienus yang sedang studi banding ke bumi guna mencari “Sumber Damai”. Sumber Damai ini dibutuhkan Al untuk mengatasi kekacauan yang sedang terjadi di planetnya.
Dalam perjalanannya, Gila Lu Ndro! diisi banyak sentilan terhadap isu sosial yang mungkin erat hubungannya dengan kondisi yang terjadi di negeri ini. Apa sajakah isu sosial yang disentil dalam film arahan Herwin Novianto ini?
Polisi yang disuap
“Damai pak!” Dikisahkan Al yang tak menggunakan helm saat mencari sumber damai akhirnya harus rela berurusan dengan polisi yang diperankan oleh Tarsan. Al sendiri menyangka bahwa “damai” yang dicarinya ada di kantor polisi. Tak kehilangan akal, Al pun menyodorkan sejumlah uang yang dibungkus amplop pada sang polisi, tentu dengan harapan dia bisa membawa “sumber damai”.
Alih-alih menerimanya, polisi itu justru merasa tersinggung dan meyakinkan bahwa dirinya bukanlah polisi yang bisa disuap. Sang polisi pun akhirnya mencurigai Indro dan Al yang diduga sedang menjebak dirinya. Dia khawatir sedang direkam oleh Indro dan Al, lalu videonya bakal disebar ke media sosial.
Jadi intinya, apakah polisi itu mengembalikan uang dari Indro & Al karena memang tak ingin disuap atau khawatir mereka sedang menjebaknya?
Terkenal tapi Tak Berbakat
Sering gak sih, kamu menemukan fenomena orang-orang yang seketika jadi viral, tapi kalau diperhatikan mereka nggak punya bakat menonjol? Biasanya tak butuh waktu lama buat mereka diundang jadi pengisi acara di stasiun televisi. Pernah menemukan fenomena seperti ini? Joged-joged gak jelas, lalu viral! Bahkan video trending di Youtube acapkali dipenuhi konten viral nirfaedah dibanding konten original yang diproduksi anak muda kreatif.
Gila Lu Ndro! mewakili sentilan ini dengan menghadirkan seleb Deddy Corbuizer yang dianggap viral tapi tak berbakat. Hmm… apakah benar Deddy Corbuizer termasuk seleb yang tak berbakat? Bukan Deddy yang jadi masalahnya, terlepas dari apakah Deddy ini berbakat atau nggak. Yang jadi inti kritikan adalah karakter yang diperankan Deddy; seleb dadakan yang acapkali jadi viral berkat konten nggak jelas.
So, don’t make stupid people, popular! Mungkin begitu pesan yang pengin disampaikan Gila Lu Ndro!
Kue-kue Artis
Menjamurnya bisnis kue-kue artis di sejumlah kota tak luput dari materi satir yang dihadirkan Gila Lu Ndro! Dalam suatu adegan, istri Indro (Mieke Amalia) yang punya usaha keripik jengkol ditunjukkan sedang menawarkan kerjasama pada Elizabeth, istri Al.
Dengan menyindir bahwa rasa keripik jengkol tak kalah dengan rasa kue para artis kekinian, istri Indro berhasil membujuk rayu Elizabeth untuk ekspansi keripiknya di Planet Alienus. Keripik jengkol ini akhirnya bukan cuma Go International, bahkan sampai Go Luar Angkasa. Benar-benar suatu pencapaian yang tak akan pernah bisa digapai oleh pengusaha kue-kue artis kekinian. Heheh.
Tawar-menawar di Pasar
Seberapa sering kamu menemukan orang menawar harga di pasar, tapi selalu patuh pada harga yang dibandrol supermarket?
Deswita Maharani dan suaminya diceritakan hendak membeli buah belimbing di pedagang pinggir jalan. Tapi ketika tahu belimbing itu dihargai Rp25.000/kilogram, Deswita merasa keberatan. Akhirnya itu belimbing ditawar harganya jadi Rp10.000/kilogram. Cukup keterlaluan juga mengingat harga yang ditawar lebih dari setengahnya. Dengan berlagak sombong, Deswita pun menghina pedagang pinggir jalan dan lebih memilih belanja di supermarket.
Mungkin adegan ini berusaha mengingatkan kita yang reringkali adu otot dengan
pedagang pasar biar bisa dapat harga yang lebih murah. Kita seringkali merasa
telah menang jika berhasil “mengalahkan” si pedagang. Padahal prinsip jual
beli salah satunya adalah saling membutuhkan.
Selain isu di atas, masih banyak isu sosial yang disentil dalam film yang ditulis oleh Aline Djayasukmana ini. Mulai dari pejabat yang studi banding padahal liburan, anak muda yang doyan pesta, hingga kritik terhadap dunia perfilman itu sendiri. Namun…
Mengingat materi sentilannya yang menarik, apakah Gila Lu Ndro! berhasil menampilkan satir yang menggigit?
Menonton Gila Lu Ndro! mengingatkan saya pada PK (2014) yang dibintangi Aamir Khan. Gila Lu Ndro! dan PK punya kemiripan, meski hasilnya berbanding terbalik. Dengan segudang materi kritik yang menarik, sayangnya kali ini Herwin Novianto gagap dalam bercerita pesan moralnya. Jika dibandingkan dengan Tanah Surga Katanya (2012) dan Aisyah Biarkan Kami Bersaudara (2016), dua film itu justru berhasil mengantarkan kritik sosial tanpa perlu ceramah dan komentar berkepanjangan.
Gila Lu Ndro! seakan terjebak pada identitas satir, tapi memaksakan diri untuk tetap tampil komedik. Hasilnya, justru komedi tak lucunya malah membunuh esensi satir yang dikandungnya. Gila Lu Ndro! mungkin bisa belajar pada Hanung Bramantyo yang pernah melakukan hal serupa dalam Hijab (2015), satu sajian komedi satir yang hadir menggelitik dan menyenangkan ketika ditonton.
Komentar Mieke Amalia yang bilang “absurd”, “ceritanya gak menarik”, saat mendengar penjelasan Indro soal Al, mewakili perasaan saya ketika menonton Gila Lu Ndro.