Yan, pejabat pemerintah yang bersih dan jujur/detik |
Kenapa seseorang bisa melakukan korupsi?
Sebagai makhluk yang tiada daya selain atas kehendak Tuhan, manusia ada kalanya terjerumus pada hal-hal yang bertentangan dengan aturan. Dalam diri mereka seringkali hinggap kesombongan, ketamakan, iri hati, kemarahan, hawa nafsu, kerakusan, dan kemalasan. Dalam kajian filsafat teologis-sosiologis, ketujuh hal tersebut dikenal sebagai 7 Deadly Sins atau 7 Dosa Pokok.
Dalam perkembangannya, konsep 7 Dosa Pokok tidak hanya diekspresikan dalam tulisan-tulisan ketuhanan, tapi juga media film. Setidaknya di jagat Hollywood ada beberapa judul yang bisa dianalisa dengan konsep ini adalah The Talented Mr Ripley (1999) mewakili aspek Kesombongan, Shallow Grave (1994) mewakili aspek Keserakahan, dan Shame (2012) mewakili Hawa Nafsu.
Mengurai konsep 7 Dosa Pokok dalam Sebelum Pagi Terulang Kembali
Film arahan Lasja F Susatyo ini dibuka dengan adegan Firman (Teuku Rifnu Wikana) yang kembali ke rumah orangtuanya, Yan (Alex Komang) dan Ratna (Nungki Kusumastuti). Firman merupakan anak pertama Yan dan Ratna. Ia kembali ke rumah setelah bercerai dan dalam keadaan menganggur. Karakter Firman membuka film ini dengan satu konsep 7 Dosa Pokok, yakni Kemalasan.
Pokok utama konsep 7 Dosa Pokok menerangkan bahwa satu dosa akan menimbulkan dosa lainnya. Pokok inilah yang menjadi pijakan utama Sebelum Pagi Terulang Kembali untuk mengurai konfliknya. Sejak kehadiran Firman kembali ke rumah itu, kehidupan Yan sebagai pejabat pemerintah yang lurus dan Ratna sebagai dosen filsafat di universitas terkemuka, sudah tak sama lagi. Kehidupan rumah yang semula hangat sehangat obrolan mereka di meja makan, kini menjadi dingin.
Keadaan rumah semakin berantakan tak ubahnya bak benang kusut yang sulit diurai, tatkala anak kedua mereka, Satria (Fauzi Baadila), kontraktor muda yang ambisius mengembangkan bisnisnya. Karakter Satria yang mewakili dosa Ketamakan bertemu dengan dosa Hawa Nafsu yang diwakili Hasan (Ibnu Jamil), seorang anggota DPR muda yang haus kekuasaan dan punya banyak kenalan pejabat untuk lobi politiknya.
Kedua dosa ini bertemu dan bekerjasama yang mengakibatkan lahirnya sejumlah masalah yang melibatkan seluruh karakter yang ada di film produksi Cangkir Kopi Production ini. Penulis naskah Sinar Ayu Massie cukup piawai menggambarkan hubungan antar karakter dengan dosa utama film ini: korupsi. Semisal Firman yang menganggur akhirnya mau bekerjasama dengan Satria dan Hasan menjalin dosa selanjutnya sebagai kurir pengantar uang suap.
Lebih bermasalah lagi, kerjasama Satria dan Hasan membuat Yan mengundurkan diri dari tempat kerjanya karena bisik-bisik orang kantor yang menganggap Yan punya peran penting memuluskan proyek Satria. Dan yang paling ironis, justru menimpa Ratna sendiri. Ada satu dialog yang cukup menggetarkan hati yang dilontarkan salah satu karakter kepada Ratna.
“Kalau di luar kamu bisa ngajarin anak orang soal filsafat, kenapa anak kamu nggak bisa kamu omongin”.
Karakterisasi Ratna sebagai dosen filsafat, seakan refleksi bagi kehidupan masyarakat bahwa dosa bisa berawal dari kehidupan keluarga yang justru jauh dari dosa. Ratna juga yang menjadi alasan kenapa film ini menarik dibahas dari sudut pandang filsafat.
Konsep 7 Dosa Pokok tidak hanya membeberkan permasalahan dosa, tapi juga memberikan mitigasi dosa tersebut melalui konsep 7 Kebajikan Pokok. Senada dengan konsep tersebut, Sebelum Pagi Terulang Kembali mengakhiri kemelut dosanya dengan satu kebajikan utama: semangat anti korupsi. Bukan hanya di resolusi akhir para karakternya, tapi juga melalui slogan-slogan yang bertebaran sepanjang film, hasil olahan artistik Oscart Firdaus yang ditangkap baik oleh kamera Nur Hidayat.
Salah satu slogan 'Berani Jujur Hebat' yang menjadi propaganda antikorupsi/Cangkir Kopi |
Sebelum Pagi Terulang Kembali juga menunjukkan bahwa refleksi ketuhanan bisa disampaikan dengan narasi penceritaan yang mengalir, tidak harus selalu dogmatis.