A Quiet Place bisa dibilang salah satu horor yang sukses besar di 2018.
Film ini meraih sukses baik secara komersial ataupun apresiasi positif dari kritikus film. Salah satu apresiasi datang dari penghargaan dalam negeri, Festival Film Bandung (FFB). FFB memberikan satu piala untuk A Quiet Place berupa Film Fiksi Ilmiah Horor Terpuji FFB 2018.
Kesuksesan inilah yang akhirnya membuahkan sekuel yang diberi judul A Quiet Place Part II. Dari pantauan sederhana saya, film arahan John Krasinski lebih diminati daripada film lain yang tayang di masa pandemi semisal Wonder Woman 1984, Mortal Kombat, atau Godzilla vs Kong.
Tapi setidaknya keempat film impor tersebut sudah mulai mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk kembali menonton di bioskop.
Ketika bersuara berbuah petaka
Secara cerita (baik film pertama atau kedua) masihlah sama. Para karakter harus diam dan hening agar terhindar dari teror makhluk yang mematikan. Sedikit saja berisik atau mengeluarkan suara, seketika makhluk antah berantah akan datang.
Tapi bagaimana mungkin kita tak menghasilkan sekecil apapun suara sementara melangkahkan kaki sedikit saja tetap akan menimbulkan suara? Hal inilah yang menjadi letak keseruan dwilogi A Quiet Place.
A Quiet Place Part II dibuka dengan adegan flashback ketika pertama kali makhluk tersebut datang dan membunuh manusia di sana. Setelah opening yang mencekam, kamu akan dibawa pada petualangan Evelyn (Emily Blunt) bersama ketiga orang anaknya menghadapi teror yang ternyata belum usai.
Kamu yang belum nonton film pertama, saya sarankan untuk tidak memusingkan adegan opening ini terlebih dahulu. Namun kamu perlu tahu kalau Evelyn dan ketiga orang anaknya: Regan (Millicent Simmonds), Marcus (Noah Jupe), dan satu anak bayi, adalah karakter utama yang tersisa dari film pertama.
Dengan mengetahui informasi ini, kamu tidak akan pusing memikirkan hubungan adegan opening dengan timeline yang digunakan dalam film ini.
Seru dan menegangkan, tapi tak lagi menyentuh
Suruh siapa inisiatif lari ke depan |
Sesuai judulnya, film ini akan membuat bioskop tempat kamu nonton menjadi hening. Kamu pun akan dengan mudah merasakan apa yang karakter rasakan. Semisal ketika film menggunakan sudut pandang Regan yang bisu dan tuli, kita akan merasakan keheningan yang sama.
Tapi terlalu hening di pertengahan durasi, alih-alih mencekam justru membuat saya merasa bosan. Memang dalam keheningan tersebut, sesekali film membuat kita kaget dan tegang dengan kemunculan makhluk pada waktu yang tak diduga. Seperti ketika adegan Regan mengambil kotak P3K di bangkai kereta.
Sayangnya, adegan-adegan jumpscare seperti ini jadi formulaik layaknya film horor biasa yang mengandalkan scoring mengagetkan sebagai tumpuan. Keistimewaan A Quiet Place justru menjadi hilang. Keistimewaan yang saya maksud adalah emosional adegan dalam keheningan.
Menurut hemat saya, film seperti ini bertumpu pada keadaan/suasana yang mengharuskan para karakter teriak/menjerit/bersuara namun tak boleh dilakukan. Di film pertama ada adegan Evelyn harus melahirkan bayinya dalam keadaan sunyi senyap. Kebayang ‘kan melahirkan bayi sendirian dan nggak boleh bersuara?
Adegan semacam itu justru langka di A Quiet Place Part II. Satu-satunya adegan yang emosional adalah ketika kaki Marcus terperangkap dalam jebakan. Kakinya terluka dan berdarah, dan ia nggak sengaja menjerit kesakitan. Tapi seketika ibunya menenangkannya untuk tak bersuara.
Bisa dirasakan ‘kan bagaimana menahan sakit dalam diam?
Asal usul makhluk yang belum terjelaskan
Memang nggak ada keharusan sebuah film menjelaskan semuanya. Tapi dengan adanya sekuel tentu diharapkan ada perkembangan atau informasi tambahan akan sesuatu yang tidak tuntas di film pendahulunya.
Salah satu yang belum tuntas di film pertama adalah asal usul makhluk peneror tersebut. Tapi ya, untuk kamu yang mengharapkan kejelasan akan makhluk ini, siap-siap saja gigit jari karena A Quiet Place Part II juga tidak membahasnya.
Memang ada hal yang berkembang di film kedua ini yakni tentang bagaimana cara karakter bertahan atau memusnahkan makhluk tersebut. Tapinya lagi, cara tersebut kurang mendapat penjelasan lebih detail. Bagaimana cara tersebut bisa memusnahkan si makhluk, kita nggak pernah tahu jawabannya.
Pokoknya ‘trust me it works‘.
Mengingatkan saya pada Bird Box
Ketika saya ingin menonton Bird Box, saya bertanya pada teman saya film ini tentang apa. Teman saya menjawab setipe A Quiet Place. Mendengar jawaban tersebut harapan saya pada Bird Box tentu menjadi tinggi. Tapi setelah menonton, justru Bird Box ini berbeda dan sulit disandingkan dengan A Quiet Place.
Tapi lucunya, justru giliran A Quiet Place II ini yang mirip Bird Box. Mulai dari alur hingga gagasan utama filmnya yakni tentang mencari tempat aman dari teror makhluk aneh tersebut. Bedanya Bird Box selesai ketika karakter berhasil menemukan tempat aman, sementara A Quiet Place Part II masih ada sedikit lanjutan cerita.
Lanjutan cerita inilah yang sedikit mengobati kejenuhan saya terhadap A Quiet Place Part II. Babak akhirnya yang menggunakan konsep editing dengan montase senada dua adegan yang berbeda, patut diapresiasi.
Finally, untuk kamu yang sudah pernah menonton film pertamanya, sila tuntaskan rasa penasaran kamu dengan menontonnya di bioskop.
Atau bagi kamu yang tidak tahu sama sekali akan film pertamanya, kamu bisa langsung menonton film keduanya hanya berbekal informasi yang sudah saya sebutkan di atas.