Bad Samaritan, Kisahkan Perampokan Berkedok Parkir Valet Restoran
Seringkali saya mendengar kalau salah satu penyebab tingginya kriminalitas adalah faktor kemiskinan. Manusia bisa melakukan apa saja jika kebutuhan perutnya belum terpenuhi. Terlebih jika mereka melihat manusia di sekelilingnya berlimpah materi dan hidup dengan serba mudah.
Dua pemuda yang mungkin bisa dibilang miskin, Sean Falco dan Derek Sandoval berusaha memperbaiki hidupnya dengan mencuri benda dari orang – orang kaya. Namun pencurian yang mereka lakukan terbilang unik. Mereka hanya mencuri dari orang-orang kaya yang terlihat sombong. Dan juga mereka hanya mencuri barang-barang kecil saja.
Ya, dengan mencuri barang kecil mereka berpikir orang-orang kaya yang mereka rampok itu nggak akan ngeh (sadar) dengan perampokan yang mereka lakukan. Tapi nasib sial menimpa mereka kala yang menjadi target perampokan adalah Cale Erendreich, lelaki mapan yang punya masalah psikologis dengan masa lalunya.
Menyinggung kesenjangan antara si miskin dan si kaya
Dalam menjalankan aksinya, Sean dan Derek memanfaatkan peluang pekerjaannya. Mereka bekerja sebagai petugas parkir valet di sebuah restoran. Ketika para tamu datang dan mempercayakan mobil mewahnya pada mereka, Sean dan Derek langsung membagi tugas.
Satu orang mengendarai mobil tamu menuju rumah tamu tersebut dengan memanfaatkan GPS, yang satu lagi mengawasi gerak-gerik tamu di restoran. Semua tugas ini biasa Sean dan Derek lakukan secara bergantian.
Yang menarik, motivasi utama perampokan Bad Samaritan bukanlah sekadar gaya-gayaan atau semacam tingkah anak muda yang nggak pikir panjang dalam bertindak. Bad Samaritan justru memulainya dengan isu kesenjangan antara si miskin dan si kaya.
Dalam hal ini, si miskin diwakili oleh Sean Falco dan Derek Sandoval. Sementara si kaya diwakili oleh para tamu tempat Sean dan Derek bekerja. Cale adalah salah satunya.
Untuk memperkuat motivasi utama, Brandon Boyce yang dipercaya menulis naskah, banyak memberikan narasi-narasi tentang kesenjangan si miskin dan si kaya di sepanjang filmnya. Hal ini membuat Bad Samaritan lebih mudah disukai karena memiliki kejelasan latar belakang.
Setiap kesalahan pasti ada balasannya
Selain motivasi yang menarik, Bad Samaritan juga punya isu pertentangan moral yang nggak kalah menariknya.
Perlahan Sean (Robert Sheehan) dan Derek (Carlito Olivero) menyadari aksi perampokannya membahayakan diri mereka sendiri. Terlebih setelah mereka tidak sengaja menemukan seorang wanita yang tengah disekap di kediaman Cale.
Alih-alih menolong wanita tersebut, Sean yang saat itu bertugas merampok rumah Cale malah meninggalkannya. Hal ini sangat memicu rasa bersalah Sean. Konflik batin pun terus menerus menyelimuti diri Sean.
Sejatinya, film arahan Dean Devlin ini ingin menghukum Sean atas perbuatannya. Bagaimanapun juga setiap kesalahan akan ada balasannya. Perampokan yang dilakukan Sean justru berakibat buruk bagi orang-orang di sekitarnya juga, termasuk pacar dan orangtuanya.
Dan bagaimana cara Bad Samaritan menghukum Sean dilukiskan dengan serangkaian adegan ‘kucing-kucingan’ antara Sean dan Cale. Sean mau tidak mau terjebak dalam permainan Cale yang dengan kekayaannya bisa melakukan apa saja.
Akting David Tennant yang memukau dengan tatapan bengisnya
Dalam permainan ‘kucing-kucingan’ antara Sean dan Cale, perlu diakui Bad Samaritan tidak sepenuhnya sempurna. Saya merasa ada beberapa bagian yang tidak lengkap.
Contohnya saat Cale mencoba meletakkan alat pelacak di mobil Sean yang terparkir di depan rumah Cale. Sementara Sean tidak berada di sana. Jadi saya masih penasaran, kenapa mobil Sean terparkir di depan rumah Cale.
Atau ketika Cale mencoba menjebak Sean dengan memasang bom di rumahnya. Tapi Cale yang sangat cermat dan teliti, malah meninggalkan mobil dan kuncinya di tempat yang sudah diketahui Sean. Seakan memang memberi celah untuk Sean bisa selamat dari jebakannya. Lha kok?
Tapi beberapa plothole tersebut sama sekali tidak terlalu mengganggu kenyamanan menonton Bad Samaritan. Selain karena pola editingnya yang dinamis, Bad Samaritan juga unggul di permainan kamera.
Sinematografer David Connel sangat piawai memposisikan bidikan gambarnya sesuai sudut pandang penonton. Kamera menggunakan sudut pandang protagonis dan antagonis secara bergantian. Sehingga kita tidak akan membela salah satu pihak, tapi lebih menelisik makna dari setiap gambar yang dihadirkan.
Kelebihan lainnya yang dimiliki Bad Samaritan adalah permainan para aktornya yang sangat mumpuni. Terlebih David Tennant yang berperan sebagai Cale.
Untuk menunjukan kalau Cale memiliki masalah mental, David Tennant tidak perlu banyak melakukan gerakan yang mungkin akan terasa over. Cukup dengan senyuman kecilnya, tatapan bengisnya, dan cara ia berbicara, David Tennant sudah berhasil menunjukan betapa sosok Cale begitu bermasalah.
Permainan David Tennant ini sedikit banyak memaafkan naskah Bad Samaritan yang urung menceritakan kisah masa lalu karakter yang diperankannya.
Sajian thriller yang sangat menegangkan
Bad Samaritan mengambil genre thriller yang sedikit dipadu dengan kriminal karena melibatkan polisi dan FBI dalam ceritanya. Perpaduan yang cocok untuk menimbulkan kegelisahan dan ketegangan bagi para penontonnya.
Film yang juga turut dibintangi oleh Kerry Condon dan David Meyers ini memang bukan film yang baru rilis. Bad Samaritan sudah tayang pada tahun 2018.
Namun film ini masuk pada jajaran film pilihan di Mola TV sehingga kamu yang penasaran bisa menontonnya di aplikasi streaming Mola TV.
Tentunya kamu harus langganan dulu sebesar Rp. 12.500,-/bulan. Dan dengan harga segitu Mola TV memberikan banyak pilihan untuk menikmati film-filmnya. Antara lain kamu bisa menontonnya via web atau aplikasi.
Dan juga tersedia beberapa resolusi film yang bisa kamu pilih untuk memberikan pengalaman menonton yang terbaik.