Indonesia nggak kekurangan materi novel klasik angkatan Balai Pustaka, Pujangga Lama, Pujangga Baru, dan angkatan lainnya yang bisa diadaptasi ke layar lebar.
Sayangnya, jumlah novel klasik yang diangkat ke film bisa dihitung dengan jari. Sebut saja Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, Atheis karya Achdiat Karta Mihardja, dan Salah Asuhan karya Abdoel Moeis.
Makanya ketika mendengar ada satu lagi sastra klasik yang akan diadaptasi, saya sangat senang mendengarnya. Dia yang akan diadaptasi adalah novel Jalan Tak Ada Ujung yang disebut-sebut sebagai novel terbaik dari seorang Mochtar Lubis.
Mengusung judul Perang Kota
Adaptasi Jalan Tak Ada Ujung ini tidak akan mengambil judul yang sama dengan novelnya. Melainkan hadir dengan judul baru ‘Perang Kota’. Belum diketahui secara pasti alasan pemilihan judul ini.
Namun penggubahan judul adaptasi novel bukanlah yang pertama kali dilakukan. Novel Ronggeng Dukuh Paruk berubah menjadi Sang Penari ketika difilmkan pada 2011.
Perang Kota sendiri bercerita tentang Isa – seorang pahlawan perang impoten dan juga guru sekolah di Jakarta – mencoba meraih kembali kejayaan lamanya demi sejumlah uang dalam misi meledakan sebuah bioskop untuk membunuh seorang jenderal Belanda. Sementara Belanda dan Inggris berkolaborasi untuk menjajah Indonesia Kembali paska Perang Dunia II.
Kerja bareng Cinesurya dan Starvision
Perang Kota akan disutradarai oleh Mouly Surya, sutradara perempuan yang meraih dua kali piala citra untuk Sutradara Terbaik FFI. Pertama lewat Fiksi pada 2008 lalu sepuluh tahun setelahnya lewat Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak.
Diakui oleh Chand Parwez Servia, produser Starvision, dirinya tertarik ikut serta produseri Perang Kota karena melihat rekam jejak Mouly Surya yang memiliki karya dengan kualitas artistik yang tinggi.
“Starvision sangat antusias untuk bergabung dengan proyek terbaru sutradara Mouly Surya, Perang Kota. Rekam jejak Mouly yang solid dan kualitas artistik yang tinggi, selalu menghasilkan film-film yang melampaui batas sinema dan gaya bercerita yang unik. Kami yakin bahwa film ini akan menarik perhatian penonton di Indonesia maupun internasional”.
Chand Parwez Servia, Mouly Surya, Fauzan Zidni, dan Rama Adi berbincang tentang Perang Kota secara virtual/Starvision |
Sementara itu Rama Adi dan Fauzan Zidni dari Cinesurya pun turut senang bisa bekerjasama dengan Starvision.
Diakui Fauzan Zidni, pembicaraan perihal Perang Kota dengan Starvision sudah dilakukan sejak akhir 2019. Hingga akhirnya menemui kesepakatan kerjasama ko-produksi pada tahun ini yang merupakan kolaborasi pertama bagi Cinesurya dan Starvision.
Ditambahkan oleh Rama Adi, kerjasamanya dengan Starvision diharapkan bisa memperluas akses filmnya kepada penonton Indonesia mengingat Chand Parwez adalah produser yang sangat berpengalaman.
Starvision sendiri merupakan salah satu studio film terbesar di Indonesia yang didirikan Chand Parwez Servia pada 1995. Sampai saat ini, Starvision telah memproduksi lebih dari 150 judul film. Beberapa diantaranya berbuah penghargaan dalam/luar negeri dan laris di pasaran seperti Perempuan Berkalung Sorban, Dua Garis Biru, dan Cek Toko Sebelah.
Ko-produksi dengan studio internasional
Sebelum berita ini diumumkan secara resmi oleh Starvision di laman resmi instagramnya, terlebih dahulu beredar berita jikalau Cinesurya (Mouly Surya) mendapatkan pendanaan luar negeri untuk produksi Perang Kota ini.
Maka tak heran jika film yang adaptasi dari novel terbitan tahun 1952 ini menjalin kerjasama ko-produksi dengan beberapa studio internasional. Mereka adalah Giraffe Pictures (Singapura), Volya Films (Belanda), DuoFilm (Norwegia), dan EpicMedia (Filipina).
Tentunya kerjasama ini merupakan satu hal lagi yang perlu dibanggakan dari film Indonesia. Semoga segala proses produksinya lancar hingga siap tersaji ke penonton di layar lebar.