Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir . (Al-Baqarah Ayat 34)
Sejak Iblis enggan memenuhi perintah Allah untuk sujud kepada Adam, iblis menjadi makhluk Allah yang kafir (ingkar kepada Allah). Ia merasa lebih mulia daripada Adam karena ia diciptakan lebih dahulu dan terbuat dari api. Sementara Adam hanya manusia yang terbuat dari tanah.
Iblis yang sombong dan dinyatakan ingkar dan sesat, berjanji kepada Allah akan menyesatkan umat Adam agar berpaling dari ajaran Allah hingga akhir dunia. Namun, kegiatan Iblis ini nggak akan berlaku pada manusia yang memang kuat imannya.
Assalamualaikum Ustad Qodrat!
Janji Iblis untuk menyesatkan manusia memang dipenuhinya. Rupa-rupa jalan Iblis dan ia akan mengupayakan segala cara dan dari segala arah untuk membuat manusia berpaling.
Adalah Ustad Qodrat (Vino G. Bastian) yang diberikan karomah oleh Allah bisa mengusir iblis dari tubuh manusia. Atau yang kita kenal dengan proses ruqyah.
Sayangnya, karomah tersebut justru nggak bisa menyelamatkan putra kecilnya. Putranya meninggal saat Qodrat berusaha membantu mengusir iblis yang merasuki putranya. Kematian sang putra, membuat Qodrat sempat berpaling dari Allah.
Jika ia mati dalam keadaan ingkar, maka Iblis akan senang karena itulah yang diinginkannya.
Oleh karena itu, dalam keadaan Qodrat yang masih sangsi akan kuasa Allah, Iblis terus menerus berusaha memburunya bahkan hingga ke penjara tempat Qodrat dihukum.
Usaha Iblis hampir saja berhasil. Tapi Qodrat mendapatkan kesempatan kedua dalam 'mati suri'-nya. Ia keluar dari penjara dan memutuskan kembali ke pesantren tempat ia menimba ilmu masa kecil dahulu.
Setibanya di pesantren, ia kaget karena keadaan pesantren sudah tidak seperti dahulu. Desa sedang dilanda paceklik dan tidak ada warga yang berhasil panen. Belum lagi guru mereka, sang kiai yang diperankan Cecep Arif Rahman, terbaring dalam keadaan sakit. Diperparah pula dengan seringnya warga mengalami kerasukan hingga meninggal dunia.
Apa yang terjadi sesungguhnya di desa tersebut?
Kembalikan konsep Iblis ke kodratnya
Film arahan Charles Ghozali (Sobat Ambyar, Juara) ini tampil nggak neko-neko. Di saat film horor kita belakangan ini penuh dengan masalah dan misteri yang pelik, Qodrat hadir dengan konsep sederhana yakni pertarungan Iblis vs manusia.
Seperti janjinya bahwa Iblis tak akan pernah berhenti mengganggu manusia, kemungkinan apa yang terjadi di desa tersebut disebabkan Iblis yang dahulu 'membunuh' putra Qodrat kembali datang ke desa itu.
Nampaknya sang Iblis yang bernama Asuala itu masih penasaran ingin memurtadkan Ustad Qodrat.
Dalam usahanya memburu Ustad Qodrat, penonton akan diperkenalkan pada satu keluarga di desa tersebut. Mereka adalah seorang ibu bernama Yasmin (Marsha Timothy) yang memiliki dua orang anak yakni Alif dan Asha.
Alif, si anak paling kecil yang rindu akan ayahnya yang sudah meninggal, adalah jalan untuk Iblis menemui Ustad Qodrat. Sang iblis seringkali mendatangi Alif dengan menyerupai wujud ayah Alif. Sehingga alif percaya kalau ayahnya masih ada di sekitarnya.
Keadaan ini malah membuat kondisi keluarga Yasmin menjadi tidak harmonis. Hingga akhirnya, Iblis berhasil merasuki Alif.
Dari karakter Alif, kita bisa menangkap kalau sepenuhnya Qodrat hanyalah tentang usaha Ustad Qodrat agar kembali memanfaatkan karomahnya untuk mengusir iblis.
Terkait tema cerita pengusiran setan yang sudah umum di layar lebar, menjadi wajar ketika banyak penonton yang membandingkan Qodrat dengan film horor Barat yang bertema serupa.
Tapi saya melihat Qodrat ini lebih dekat dengan film Munafik (Malaysia). Selain sama-sama bernafaskan Islam dan menjadikan karakter Ustad sebagai protagonis utama, kisah kedua film ini juga sama-sama diawali oleh peristiwa kehilangan anak.
Alur keduanya pun mirip-mirip. Sang ustad yang kembali melakukan pengusiran iblis ketika hatinya masih dalam perjalanan berdamai dengan masa lalu, seringkali dihadapkan pada kegagalan.
Hanya saja, saya bisa lebih empati terhadap kegagalan Ustad Adam di film Munafik yang memang belum ikhlas sepenuhnya kehilangan anaknya. Semua itu hadir berkat penggalian sutradara yang difokuskan pada karakter Ustad Adam.
Hal semacam ini yang saya kurang bisa rasakan dari Qodrat. Kegagalan Qodrat ketika melakukan ruqyah kembali, harus diingatkan oleh karakter lain. Kurang lebih ada dialog begini, "Kamu melakukan ruqyah apakah karena ikhlas atau dendam masa lalu?".
Impresi tentang 'ketidakikhlasan' protagonis utama yang mengalami traumatik, seyogyanya hadir dari dalam diri si karakter utama. Karena bagaimanapun juga, persoalan kehilangan yang menyebabkan kerapuhan keimanan adalah perjalanan batin seseorang. Akan lebih baik jika penggalian ini difokuskan pada karakter utama.
Persoalan pendekatannya dalam audio visual, itu hak bebas sutradara. Atau bisa juga mencontoh pendekatan yang dilakukan The Devil's Light yang merangkai traumatik masa lalu karakter utama secara bertahap dan berkelindan seiring dengan jalannya cerita.
Di luar kekurangan tersebut yang saya kira minor saja, Qodrat punya serangkaian teror yang menyeramkan dan pendekatan kamera yang dinamis. Seperti pertarungan final di ending film, Qodrat berhasil membawa pada pengalaman sinematik yang menyenangkan.
Tapi yang betul-betul menyeramkan (dan ini soal personal) justru hadir dari dialog-dialog yang dilontarkan. Terkadang dialog-dialog yang saya kira sebagian diadaptasi dari ayat-ayat Al-Quran, membuat diri saya sendiri mempertanyakan kembali sejauh mana keimanan saya terhadap Allah.
Bukan Iblis atau manusia yang menang tapi iman
Menonton film dengan konsep pertarungan Iblis melawan manusia, kita mungkin akan dengan mudah menebak siapa yang akhirnya memenangkan pertarungan.
Walaupun pada akhirnya Ustad Qodrat berhasil mengalahkan Iblis Asuala, apakah bisa dikatakan kalau manusia sudah menang akan iblis?
Jawaban saya tegas, TIDAK! Bukan manusia yang memenangkan pertarungan tapi keimanan.
Sebagaimana janji Iblis yang akan menyesatkan manusia kecuali bagi mereka yang beriman, maka kunci utamanya terletak pada keimanan bukan manusianya.
Untuk menegaskan maksud ini, Qodrat membuat karakter lain menjadi ustad yang munafik alias bersekutu dengan setan. Walaupun karakternya agak sedikit terlupakan di akhir film, tapi saya merasa kehadirannya sudah cukup untuk mendukung konsep keimanan yang dihadirkan Qodrat.
Bahwa sejatinya iman adalah mutiara di dalam hati manusia yang meyakini Allah Maha Kuasa. Imanlah yang harus senantiasa dijaga, karena Asuala nggak akan pernah berhenti menyesatkan manusia hingga hari kiamat.