Untuk informasi dan aktivitas FFB terkini, tonton video terbaru di Channel Youtube kami. Subscribe Here!

"Kang Mak (from Pee Mak)" dan Cinta Beda Dunia yang Mengharukan

Kang Mak merupakan remake dari film laris Thailand berjudul Pee Mak. Tentang cinta suami kepada istrinya yang sudah menjadi hantu
Kira-kira finish di angka berapa?/doc. Falcon Pictures

Rangkaian proyek remake Falcon Pictures nampaknya akan kembali menemui takdir suksesnya. Setelah Miracle in Cell No. 7 yang merupakan adaptasi dari film Korea Selatan berjudul sama membukukan perolehan 5,8 juta penonton, film yang satu ini pun kemungkinan bernasib mirip.

Ya, dia adalah Kang Mak (from Pee Mak) yang merupakan adaptasi dari film laris Thailand rilisan tahun 2013. Tanpa basa-basi, film yang membawa judul orijinalnya dalam judul komersialnya ini berhasil menggaet 200 ribu penonton di hari pertama penayangannya.

Dengan raihan tersebut, Kang Mak (from Pee Mak) menjadi salah satu dari top 5 film Indonesia tahun 2023 yang membukukan angka opening day terbesar sejauh ini.

Mari kita bahas film dan ceritanya!

Kang Mak (from Pee Mak), selanjutnya saya sebut Kang Mak, berkisah tentang seorang tentara bernama Makmur (Vino G. Bastian) yang harus bertugas ke medan perang. Ia harus rela meninggalkan istrinya, Sari (Marsha Timothy), yang tengah hamil tua.

Makmur berjanji ia akan pulang sebelum Sari melahirkan dan membersamai kembali kehidupan mereka yang penuh cinta kasih. Janji pun ia penuhi. Ia pulang bersama kawan-kawan tentaranya yang sama-sama berjuang di medan perang.

Tapi sekembalinya ke rumah, Makmur dihinggapi gosip miring dari tetangga yang mengatakan kalau Sari telah meninggal dan menjadi hantu. Tentu Makmur tidak percaya.

Materi komedi yang banyak miss-nya

Sebagaimana Pee Mak yang jadi sumber adaptasinya, jualan Kang Mak memang dominan komedi ketimbang horornya. Bahkan judulnya sendiri sudah komedi. Kang Mak merupakan singkatan dari 'Akang Makmur'. Panggilan 'akang' biasa digunakan kepada lelaki/suami dalam masyarakat Sunda.

Tapi lupakanlah soal latar Sundanya, film tidak benar-benar menggambarkan sosial budaya masyarakatnya. Bahkan setting-nya terasa tidak natural. Gambaran pasar, aktivitas penduduk, hingga perumahan warga terasa tidak menyatu dengan cerita filmnya.

Kurang lebih hanya dua kali kita bisa melihat hiruk pikuk penduduk, yakni saat Makmur dan teman-temannya membeli bahan masakan di pasar, dan saat Makmur mengajak Sari pergi ke pasar malam.

Soal desas-desus keberadaan hantu Sari pun hanya dimunculkan di awal saja, dan tidak berimplikasi besar terhadap perkembangan konflik cerita. Bagian ini saya kira film Mumun melakukannya lebih baik.

Tapi saya maklumilah. Mungkin hal tersebut memang tidak menjadi fokus Kang Mak, karena untuk menghasilkan tawa film lebih memilih menjadikan teman-teman tentara Makmur sebagai subjek. Saya sebut mereka dengan geng tentara.

Kasihan banget si Indra disengat lebah/doc. Falcon Pictures

Terkecuali Bryan Domani, Falcon kembali menggaet geng penjara dalam Miracle in Cell No. 7 sebagai geng tentara. Mereka adalah Indro Warkop, Tora Sudiro, Indra Jegel, dan Rigen Rakelna. Ya, jadi semacam reuni apalagi Vino juga pemeran utama di film tersebut.

Merekalah yang akan menghibur penonton sepanjang film. Bagaimana hasilnya?

Sebagaimana komedi pada umumnya, penerimaan materi betul-betul tergantung wawasan dan pengetahuan si penonton. Sehingga satu materi komedi bisa terasa di hit di penonton satu dan bisa terasa miss di penonton lainnya.

Buat saya sendiri materi komedi Kang Mak lebih banyak miss-nya ketimbang hit-nya.

Sutradara Herwin Novianto seakan mengarahkan geng tentara sebagai pelawak tunggal. Hasilnya, komedi geng tentara lebih terasa seperti improvisasi dan celetukan karakter ketika sedang tampil melawak di panggung atau acara televisi. Nggak banyak materinya yang berkelindan dengan cerita.

Juga peran masing-masing dari geng tentara nggak kerasa ada bedanya. Jika dibandingkan dengan permainan mereka di Miracle in Cell No. 7, kita bisa melihat dengan jelas pembagian peran masing-masing tanpa menghilangkan esensi komedinya. Dan tetap linear dengan cerita.

Ditambah Kang Mak masih memasukkan komedi yang nyerempet seks(ualitas) sebagai materi lelucon. Misalnya, saya kurang suka ketika Indro meminta penari telanjang kepada pedagang pasar.

Bangunan komedinya menarik sebetulnya. Satu per satu geng tentara meminta bahan masakan ke pedagang pasar. Rupanya apa yang mereka minta terpenuhi. Dari bumbu, buah-buahan, hingga domba, semunya ada dan diberikan gratis.

Hingga akhirnya Indro meminta sesuatu yang saya pahami nggak bakal ada di pasar. Eh, pria si pedagang pasar malah muncul dengan baju penari telanjang sembari memeragakan adegan tariannya.

Di adegan lainnya ada permintaan dukun perempuan yang ingin mencium Indro.

Ketika geng tentara meminta bantuan dukun, masing-masing dari mereka kebagian tugas. Tapi tidak dengan Indro. Rupanya sang dukun ingin Indro menemani dan menciumnya. Pastinya adegan ciuman itu tidak ditampilkan secara eksplisit. Tapi apa masih musim hal seperti itu jadi lelucon?

Biar adil saya juga perlu berikan apresiasi pada materi komedi yang berhasil Kang Mak bangun dengan baik dan berkelindan dengan cerita.

Ya, adegan Makmur dan Sari di pasar malam apalagi ketika mereka memasuki wahana rumah hantu adalah bagian terbaik yang dimiliki Kang Mak. Tanpa harus para karakter berusaha keras membuatnya menjadi lucu, adegan ini berjalan lucu natural dan apa adanya.

Bayangkan saja, para hantu buatan yang ada di rumah hantu yang bertugas menakuti-nakuti pengunjung, malah takut sama pengunjung. Karena ternyata pengunjungnya hantu beneran. Tanpa harus banyak dialog, penonton sudah bisa terbawa emosi dengan suasana yang dihadirkan.

"Pakeeeet"/doc. Falcon Pictures

Cinta beda dunia yang mengharukan

Komedi Kang Mak yang lebih banyak terasa cringe, masih bisa terselamatkan oleh suguhan dramatik dari kisah cinta sejati antara Makmur dan Sari.

Vino G. Bastian kembali memamerkan kemampuan aktingnya yang selalu pas dengan tuntutan peran. Chemistry dengan Marsha Timothy terbangun dengan baik. Bisa-bisanya saya malah tersentuh dengan interaksi mereka. Apalagi ketika mereka berbicara soal 'meninggalkan dan yang ditinggalkan' di wahana kincir angin.

Kecintaannya terhadap sang istri sama besarnya dengan kecintaannya kepada negara. Kang Mak memberi makna bahwa ketulusan mencintai adalah sesuatu yang abadi. Pemaknaan soal keabadian cinta ini semakin ditunjukkan dengan hadirnya extra scene yang dikomandoi oleh Jirayut.

Walau saya yakin, ibu-ibu yang menonton film ini gara-gara Jirayut bakal menelan kekecewaan karena ia hanya muncul di akhir film saja.


Terlepas dari penerimaan komedi yang sangat subjektif, Kang Mak masih punya amunisi yang mungkin punya daya ledak tawa yang lebih di kamu. Semuanya harus dibuktikan sendiri!

Read Also :
Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi Jurnalis atau Entertainer namun malah tersesat di dunia Informatika

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung ke RajaSinema. Kami sangat senang jika anda berkenan meninggalkan komentar dengan bijak, tanpa link aktif, dan atau kata-kata kasar.