Barangkali kita sudah sangat familiar dengan tarot. Sejumlah kartu yang biasa digunakan untuk meramal nasib seseorang. Entah itu soal pekerjaan, rumah tangga, percintaan, dan atau situasi lainnya dalam sebuah kehidupan.
Dalam budaya pop terkini, seenggaknya persoalan tarot sudah muncul dalam tiga film dari industri perfilman yang berbeda.
Sembilan tahun yang lalu, Indonesia pernah membuat Tarot (2015) yang dibintangi oleh Shandy Aulia. Sementara Amerika Serikat dan Korea Selatan, dalam jarak yang beriringan, tahun ini menayangkan film yang juga mengangkat soal kartu tarot. Keduanya berjudul Tarot.
Yang saya bahas kali ini adalah film Tarot asal Korea Selatan yang mulai tayang di bioskop Indonesia sejak awal Agustus 2024.
Tiga cerita yang tidak terkoneksi?
Film Tarot arahan Choi Byung Gil ini mengambil format omnibus. Omnibus sendiri bisa diartikan kumpulan film (cerita) pendek yang digabungkan dalam satu film yang (seharusnya) memiliki benang merah cerita.
Dalam Tarot, ada tiga cerita yang menjadi penopang film.
Cerita pertama hadir dari Ji-Woo (diperankan Cho Yeo-jeong), seorang ibu yang gelisah karena meninggalkan putrinya sendirian di rumah. Ia terpaksa melakukan hal tersebut karena menerima pekerjaan di hari Natal demi membayar tagihan rumah tangga.
Selama bekerja ia merasa cemas dan khawatir. Terlebih ketika video call, sang putri menunjukkan bahwa ia tidak sendirian di rumah. Ya, ia kedatangan Santa. Padahal sang ibu sudah wanti-wanti untuk tidak membukakan pintu bagi siapapun.
Dengan sub judul 'Santa's Visit', cerita pertama ini hendak menyoroti persoalan dilematis seorang ibu tunggal yang membesarkan seorang putri.
Lanjut ke cerita kedua. Kyung-Rae (diperankan Ko Kyu-Pil), seorang pria mapan yang berselingkuh di sebuah motel. Karena suatu hal ia meninggalkan selingkuhannya untuk pulang ke rumah menemui istrinya.
Kyung pun menaiki taksi yang ternyata membawa ia pada peristiwa mengerikan yang nggak pernah terbayangkan sebelumnya. Dalam sekejap ia bisa jadi pembunuh berantai dadakan.
Sebuah perjalanan 'Going Home' yang membuat Kyung benar-benar tidak bisa pulang ke rumah.
Baik Santa's Visit ataupun Going Home, keduanya ditampilkan dalam mode horor yang serius. Baik dari segi cerita, karakter, maupun aspek sinematografinya. Sebuah pendekatan yang efektif untuk membuat penonton merasakan ketegangan dari kengerian yang dialami karakter.
Setelah dibuat tegang dengan cerita pertama dan kedua, film menurunkan tensi ketegangan di cerita ketiga. Tiada lain dan tiada bukan karena sang karakter utama di cerita ketiga ini dibuat sedikit lebih riang nan lucu ketimbang serius.
Adalah Dong-In (diperankan Kim Jin-young), seorang pemuda pengantar makanan terbaik di perusahaannya. Saking bagus performa pekerjaannya, ia dijuluki 'delivery king'.
Tapi kehidupannya berubah drastis tatkala ia mengantarkan makanan ke seorang pembeli yang sama berulang kali. Pembeli tersebut adalah seorang perempuan yang menyukai Dong-In. Sampai-sampai si perempuan hafal kapan waktunya untuk 'Delivery Call' agar Dong yang menerima pesanannya.
Yang saya sayangkan adalah konektivitas antar ketiga ceritanya. Akan sangat menyebalkan jika yang kita tonton hanyalah sebuah kumpulan film pendek semata tanpa benang merah atau alasan yang kuat mengapa mereka perlu disatukan dalam satu film.
Tarot memang nggak sepenuhnya begitu. Going Home dan Delivery Call masih punya koneksi soal lokasi. Yakni tempat Dong-In menemukan tarot adalah tempat Kyung membuang tarot setelah menjalani aktivitas pembunuhan yang melelahkan.
Tapi dengan Santa's Visit, saya masih tidak bisa menemukan hal yang membuat cerita ini terhubung. Ia seperti cerita sendiri yang terpisah. Atau mungkin Kyung adalah mantan suami dari Ji-Woo? Entahlah saya tidak bisa menemukan petunjuk yang berarti untuk menghubungkannya.
Di samping soal konektivitas, cerita Tarot diperparah oleh soal kutukan tarot yang terasa hanya tempelan. Film hanya menjadikan adegan karakter membalikkan kartu tarot sebagai pembuka cerita semata.
Cerita selanjutnya atau kejadian mengerikan yang dialami karakter setelah membalikkan kartu tarot, tidak benar-benar terasa sebagai kutukan dari kartu tarot. Lebih ke menunjukkan kecocokan antara pembacaan kartu tarot dengan kejadian yang dialami.
Hanya itu! Tanpa tarot, cerita mereka masih bisa berjalan kok.
Performa akting yang menyelamatkan film
Satu poin plus yang membuat film ini masih nikmat untuk ditonton adalah performa akting ketiga karakter utamanya yang memukau.
Ketiga pemain yang bikin Tarot jadi sajian yang seru / doc. Studio X+U |
Comeback Cho Yeo-jeong setelah Parasite, masih menyajikan performa yang luar biasa. Aktingnya membuat saya betul-betul merasakan kekhawatiran yang ia rasakan. Dengan skoring yang cukup bombastis, Santa's Visit cukup memberikan efek kejut sebagai pembuka film.
Tapi yang paling saya suka adalah penampilan Ko Kyu-Pil. Hanya dengan sebuah pulpen di kantongnya, ia berhasil membawakan peran (mendadak) seorang pembunuh dengan baik. Bukan karakter yang psikopat, tapi karakter pembunuh yang juga masih memiliki kecemasan akan perilakunya.
Pendekatan kamera yang sering close up ke wajah Ko Kyu-Pil, membuat emosi Going Home lebih bisa saya rasakan.
Selepas menonton, otak saya masih berputar-putar memikirkan kejadian yang dialami Kyung. Bagaimanapun juga membunuh adalah perbuatan melawan hukum. Tapi serangkaian motivasi adegan yang dihadirkan film, bisa saja membuat saya 'membela' Kyung.
Selain Ko Kyu-Pil dan Cho Yeo-jeong, suguhan apik juga diberikan oleh pendatang baru Kim Jin-young. Ia membawakan karakter seorang pengantar makanan yang penuh dengan mimpi dan optimistis. Berkat permainannya, Delivery Call terasa lebih hidup dan ceria meski berakhir lebih sadis dibanding dua cerita sebelumnya.
Dan kesadisan itu juga yang membuat saya kurang menyukai Delivery Call. Saya kurang suka dengan adegan-adegan gore yang dihadirkan semisal menampilkan potongan tubuh yang berdarah-darah. Alih-alih seram malah jijik dan bikin mual.
Selepas Dong-In menemui takdirnya, film benar-benar selesai.
Soal akhir kisah para karakter, tidak ada sesuatu yang unik dan baru yang disuguhkan. Konklusi bagi para karakter dalam Tarot lumrah ditemui di film-film sejenis bergenre horor/thriller.
Makanya, daripada memaksakan diri untuk menggabungkan ketiganya, mungkin akan lebih baik jika Tarot memilih satu cerita saja kemudian dikembangkan menjadi satu film panjang yang utuh.