Sejak kecil, Riko yang hidup di Muara Enim, Sumatera Selatan, sering sakit-sakitan. Kedua orangtuanya memutuskan untuk memanggil "orang pintar" yang bisa menangani penyakit Riko. Alhasil Riko dinyatakan sembuh dengan syarat harus menjaga keperjakaannya sampai usia 30 tahun.
What a premis?
Saya shock sekaligus tergelitik dengan premis series terbaru berjudul Culture Shock ini. Di satu sisi, film punya premis yang unik, yang mudah saja menghubungkannya pada film American Pie. Di sisi yang lain, agak geli-geli gimana gitu nontonnya.
Jadi, Riko (diperankan Ajil Ditto) pindah ke Jakarta bersama ibunya (Dhea Ananda), untuk melanjutkan pendidikan jenjang SMA di SMA Merdeka.
Di sinilah Riko mulai mengalami culture shock yang ada hubungannya dengan penyakitnya. Setiap kali Riko melihat perempuan seksi nan cantik, alat kelaminnya akan menegang. Ia harus bisa menahan dan mengendalikan "joninya", karena jika tidak pertaruhannya adalah kematian.
Sontak saja cerita Riko menjadi bahan tertawaan Frans (Giulio Parengkuan), teman sebangkunya, yang menganggap itu hanya akal-akalan ibunya saja.
Dengan berkedok "menyembuhkan", Frans mengajak Riko ke rumahnya. Ia memperlihatkan majalah yang isinya perempuan telanjang kepada Riko. Sontak, penyakit Riko kembali kambuh.
Tak puas sampai di situ, Frans pun melakukan berbagai cara untuk meyakinkan bahwa penyakit yang diderita Riko itu tidak ada. Hingga puncaknya ketika adegan di spa, Frans menyadari bahwa memang Riko menderita penyakit itu.
Impresi nonton episode 1 dan 2
![]() |
Salah satu adegan geli sekaligus lucu, ketika Riko menyembunyikan botol minuman di bawahnya/doc. Vision+ |
Serial produksi Paragon Pictures ini masih on going di Vision+, dan sampai artikel ini ditulis sudah memasuki episode ke-4. Sementara itu saya baru menonton 2 episode perdana saja.
Impresi awal, meskipun saya teringat dengan American Pie, tapi ternyata konfliknya agak keterbalikan.
Jika di American Pie, para karakter menantang dirinya untuk merelakan keperjakaan dan keperawanannya sebelum hari kelulusan, sementara Riko di masa pubertasnya harus menjaga keperjakaannya demi ia bisa menjalani kehidupan yang normal di kemudian hari.
Poin plus utama, saya cukup tertarik dengan performa Ajil Ditto yang bisa memerankan Riko dengan selucu itu. Saya kepikiran, se-awkward apa ya syutingnya, harus memeragakan alat kelamin yang tegang dengan dialog-dialog yang rasanya masih terdengar tabu untuk dipertontonkan.
Tapi Ajil Ditto tampak sekali tidak canggung dan berhasil masuk ke dalam
karakternya Riko.
Yang justru terasa canggung adalah geng empat perempuan yang ada di SMA Merdeka yang diketuai oleh Sabrina (Davina Karamoy).
Di antara mereka berempat hanya Sabrina yang belum pernah making love, sehingga ia diputuskan oleh pacarnya dengan alasan, "kamu berhak dapat yang lebih baik dari aku". Ah!
Kecanggungan itu sangat terasa dari interaksi mereka berempat yang kurang
believable, apalagi ketika mereka membicarakan hubungan badan antara
laki-laki dan perempuan. Mereka sendiri tampak masih risih dalam melontarkan
dialog tersebut.
Gimana-gimana, apakah kalian ada juga mengikuti series Culture Shock ini?
Bagikan pendapatmu di komentar ya!